Scroll untuk membaca artikel
Husna Rahmayunita
Kamis, 20 Agustus 2020 | 18:06 WIB
Ilustrasi parang pembacokan (Dok. Kepolisian)

SuaraKalbar.id - Seorang laki-laki yang baru bebas dari tahanan karena program asimilasi di Banjarbaru, Kalimantan Selatan kembali berurusan dengan polisi lantaran melakukan aski penganiayaan.

MH, inisial nama laki-laki tersebut, nekat menganiaya seorang buruh bangunan yang bernama Sofia Helmi (69) dengan sebilah parang.

Diwartakan kanalkalimantan.com-jariangan Suara.com, insiden penganiayaan tersebut terjadi saat korban pulang bekerja, Rabu (19/8/2020) sekitar pukul 11 WITA.

Tanpa diketahui penyebabnya, pelaku kemudian secara membabi buta menyerang korban dari arah belakang dengan menggunakan senjata tajam jenis parang.

Baca Juga: Wartawan Mamuju Tengah Demas Laira Tewas Bersimbah Darah Penuh Tusukan

Akibatnya, korban mengalami luka robek di bagian pergelangan tangan kiri, luka robek pada siku sebelah kanan, luka gores pada punggung sebelah kanan dan luka gores pada pinggang sebelah kanan.

Sementara warga yang mengetahui kejadian tersebut mengamankan pelaku dan melapor ke pihak berwajib.

Mendapati laporan tersebut, petugas Polsek Banjarbaru Timur datang ke TKP dan langsung membawa korban ke Puskesmas Cempaka untuk mendapatkan perawatan.

"Pelaku berinisal MH langsung kita amankan bersama barang bukti sebilah sajam jenis parang, untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Kapolsek Banjarbaru Timur, Iptu Khamdari.

Saat diinterogasi oleh petugas, pelaku mengaku aksi penganiayaan yang dilakukannya secara tidak sadar.

Baca Juga: Wali Kota Lubuklinggau Positif Corona

Polisi pun masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait motif aksi tersebut.

"Motif penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku HM masih kita dalami proses penyidikannya," sambung Khamdari.

Polisi juga menerangkan bahwa pelaku merupakan narapidana kasus narkoba yang baru keluar dari penjara karena program asimilasi.

Atas perbuatannya, MH dijerat pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Load More