Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 27 Oktober 2021 | 18:06 WIB
Personel Polda Metro Jaya menggerebek kantor pinjaman online alias pinjol ilegal di Ruko Crown, Green Lake, Jakarta Barat, Kamis (14/10/2021). [ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat]

SuaraKalbar.id - Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal yang selama ini kerap menghantui sebagian besar masyarakat kerap menjadi teror yang berdampak buruk. Selain data pribadi yang dengan mudah dibocorkan, pihak lain yang tidak berhubungan dengan transaksi pinjol ilegal pun menjadi korban teror oknum penagih pinjaman daring tersebut.

Pengalaman tersebut disampaikan salah satu Warga Kota Pontianak Novantar Ramses Tobing. Dia mengaku pernah mendapat teror dari pihak pinjol, padahal tidak pernah meminjam uang pada pinjol.

"Saya pernah dihubungi nomor tak dikenal. Dalam pesannya, dia bilang nomor saya dijaminkan oleh teman yang berutang. Saya tanya, teman mana? Dia sebutkan nama orang yang dimaksud. Lha, padahal saya tidak kenal," cerita Ramses.

Ribuan kartu SIM disita dalam pengungkapan kasus tindak pidana aplikasi pinjol ilegal KSP Cinta Damai di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/6/2021). [Antara/Laily Rahmawaty]

Karena tidak pernah berurusan dengan pinjol, Ramses pun membiarkan pesan tersebut. Ia tak lagi merespon. Dengan begitu, masalah bukan langsung selesai. Masalah baru malah datang. Dia diancam oleh DC pinjol.

Baca Juga: Terjebak Pinjol Ilegal Rp19 Juta, Seorang Mahasiswa Kena Teror dan Ancaman

"Dimaki atau dikata-katain sih nggak. Tapi saya diancam, data saya disebar dan akan dibawa ke jalur hukum," terang Ramses.

Karena tidak mau ambil pusing, Ramses kemudian memblokir nomor-nomor tak dikenal yang terindikasi adalah nomor kontak dari pihak pinjol.

"Saya heran kok bisa nomor saya didapat mereka. Setelah saya cari tahu, ternyata ada kebocoran data. Mulai sejak itu, saya benar-benar menjaga data dan tak sembarangan instal aplikasi," katanya.

Terkait penyebab pencurian data oleh aplikasi pinjol ilegal, salah satu anggota Polda Kalbar yang turut mengungkap kasus pinjol ilegal di Kota Pontianak, belum lama ini mengemukakan, kebiasaan debt collector (DC) yang menghubungi nomor kontak di dalam ponsel nasabahnya.

"DC tugasnya menagih nasabah. Mereka selalu menghubungi (teror) nasabah yang belum bayar. Kalau nasabah tidak merespon, maka DC akan menghubungi nomor-nomor kontak yang ada pada handphone nasabah tersebut," jelas anggota Polda Kalbar kepada Suara.com tanpa ingin namanya disebut.

Baca Juga: Apes! Mahasiswa Ini Utang Pinjol Rp 1,2 Juta, Setelah 3 Bulan Membengkak Jadi Rp 19 Juta

Lantas, bagaimana seorang penagih utang atau DC tersebut bisa mendapatkan kontak yang ada pada ponsel nasabah?

Menurutnya, data nasabah didapat DC ketika nasabah tersebut menginstal aplikasi pinjol.

"Data nasabah didapatkan dari sistem aplikasi mereka. Jadi begini, ketika orang instal aplikasi pinjol tersebut, secara otomatis kontak-kontak di ponselnya masuk ke sistem mereka (pihak pinjol). Bebas mereka kapanpun mau kirim pesan ke kontak yang ada di ponsel nasabah," jelasnya.

Pesan dimaksud seperti kalimat imbauan untuk segera membayar utang. Jika berkali-kali nasabah tidak merespon, maka akan keluar kalimat kasar dan pengancaman dalam pesan tersebut.

Sebuah mural yang memberikan peringatan soal pinjol ilegal. [Antara]

Sementara itu, Trainer Cek Fakta tersertifikasi oleh Google, Rendra Oxtora mengatakan, data seseorang bisa bocor karena banyak faktor.

"Kebocoran data sering terjadi karena kelalaian kita sendiri. Seperti menginstal aplikasi. Kan sering tuh, bila seseorang menginstal aplikasi langsung tekan setuju atau yes saja, tanpa baca keterangan atau petunjuknya," kata Rendra.

Selain itu, kebocoran data sesorang juga bisa disebabkan oleh pihak perbankan dan provider. Ia mencontohkan, seorang nasabah bank tertentu ditelepon oleh pihak asuransi yang satu grup dari bank tersebut.

Kemudian, kebocoran data setelah registrasi saat penggunaan provider. Contoh kasus kebocorannya adalah, ketika melewati atau berada dalam radius tertentu, seseorang akan mendapat pesan berisi diskon pembelian barang atau makanan.

"Nah, itukan kebocoran data namanya. Dari mana pihak asuransi bank mendapat nomor kontak kita. Dari mana pihak penjual barang atau makanan bisa dapat kontak kita?," tuturnya.

Maka dari itu, ia menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menjaga datanya. Masyarakat harus teliti ketika menginstal aplikasi. Abaikan pesan yang terindikasi merugikan.

"Saran saya, masyarakat tidak mengizinkan data kita diakses aplikasi. Biasanya ada tuh pesan begini, apakah anda mengizinkan kontak diakses? Nah, saran saya jangan diizinkan," tuturnya.

Namun, menjadi hal yang dilema ketika masyarakat di era digital ini ingin menggunakan aplikasi ojek online maupun market place. Karena ojek online dan market place selalu meminta izin untuk mengakses kontak.

"Jika tidak diizinkan, maka mereka susah menghubungi kita. Sementara kita butuh, kita yang memesan ojek atau membeli barang. Ini masih dilema sih. Ya, kalau dianggap merugikan, saran saya laporkan ke kepolisian saja," katanya.

Kontributor : Ocsya Ade CP

Load More