Scroll untuk membaca artikel
Bella
Kamis, 20 Maret 2025 | 16:20 WIB
Meriam Karbit Pontianak. (Ist)

SuaraKalbar.id - Tradisi meriam karbit, permainan rakyat khas Kota Pontianak yang mewarnai bulan Ramadan dan malam Idulfitri, kini berada di ujung tanduk.

Forum Meriam Karbit tengah berjuang mati-matian untuk mempertahankan budaya yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2016.

Namun, ancaman serius berupa keterbatasan pendanaan dan kesulitan mendapatkan bahan baku menggerus eksistensi tradisi ini dari tahun ke tahun.

Meriam karbit bukan sekadar alat permainan, melainkan simbol identitas budaya masyarakat Pontianak.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Pontianak Pastikan Layanan JKN Tetap Beroperasi Selama Libur Lebaran, Ini Jadwalnya

Terbuat dari kayu mabang atau meranti dengan diameter 50-70 cm dan panjang 5-6 meter, meriam ini digerakkan dengan karbit sebagai bahan bakar.

Prosesnya sederhana namun penuh makna: karbit dimasukkan ke dalam meriam, lalu api disulut melalui lubang kecil hingga menghasilkan dentuman menggelegar yang menjadi ciri khas malam takbiran.

Sayangnya, keunikan ini kini terancam hilang.

Data menunjukkan penurunan drastis jumlah kelompok pemain: dari 41 kelompok dengan 249 meriam pada 2024, menjadi hanya 30 kelompok dengan 184 meriam di 2025.

Penurunan 11 kelompok ini, menurut para pelaku, disebabkan oleh mahalnya biaya operasional.
Ketua Forum Meriam Karbit, Fajriudin, mengusung inisiatif Bapak Angkat atau Bapak Asuh sebagai solusi jitu.

Baca Juga: Pemkot Pontianak Buka Posko Pengaduan THR, Laporkan ke Sini Jika Dicicil!

"Kami ingin setiap kelompok mendapat dukungan pendanaan dari individu atau pihak yang peduli budaya, sehingga tradisi ini tak punah," katanya usai rapat koordinasi persiapan Eksebisi Meriam Karbit di Ruang Rapat Wali Kota, Rabu (19/3/2025).

Load More