SuaraKalbar.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia.
Dalam sidang pleno yang digelar di Jakarta, Kamis, MK memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Putusan ini merupakan respons atas permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem, Irmalidarti.
MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem terkait ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca Juga: Hasil Pemilu: NasDem Raih Kursi DPRD Kubu Raya Terbanyak
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Suhartoyo, dalam pembacaan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, menyatakan bahwa pemilu nasional, yang meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, akan diikuti oleh pemilu daerah.
Pemilu daerah ini mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Secara spesifik, MK juga menegaskan ketidaksesuaian beberapa pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada dengan konstitusi, yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Baca Juga: 1 Orang Meninggal Ikut Lakukan Pencoblosan di TPS Kalbar, Kok Bisa?
Pada diktum lainnya, MK menyatakan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
"Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.”
Kemudian, MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
"Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden."
Dengan demikian, keputusan MK ini memberikan arahan baru terkait urutan dan jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah, yang diharapkan dapat meningkatkan proses demokrasi dan keterwakilan masyarakat dalam ranah legislatif dan eksekutif di tingkat nasional maupun daerah.
Berita Terkait
-
Hasil Pemilu: NasDem Raih Kursi DPRD Kubu Raya Terbanyak
-
1 Orang Meninggal Ikut Lakukan Pencoblosan di TPS Kalbar, Kok Bisa?
-
Heboh 5 Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024 di Singkawang, Ada Upaya Manipulasi Dokumen C?
-
Parah! Honor 370 Orang Pengawas TPS di Kubu Raya Tak Kunjung Dibayar
-
Bawaslu Kalbar Siap Awasi Pemungutan Suara Ulang di Lima Daerah
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Sekaliber Avanza tapi Jauh Lebih Nyaman, Kabin Lega, lho!
- 4 Mobil Bekas Termurah: Tahun Muda Banget, Harga Kisaran Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Skincare Hanasui Untuk Usia 50 Tahun ke Atas: Wajah Cerah, Cuma Modal Rp20 Ribuan
- Infinix Hot 60i Resmi Debut, HP Murah Sejutaan Ini Bawa Memori 256 GB
- 5 Pilihan HP Xiaomi Termurah Rp1 Jutaan: Duet RAM GB dan Memori 256 GB, Performa Oke
Pilihan
-
Sempat Molor, Revisi Permendag Nomor 8 Akhirnya Terbit
-
Ada Evaluasi, Ini 52 BUMN yang Dilarang Danantara Rombak Jajaran Direksi
-
Siapa Patricio Matricardi? Pemain Berbandrol Rp6 M yang Dirumorkan ke Persib
-
5 Mobil Lawas Rp30 Jutaan: Barang Sejuta Kenangan, Performa Tak Lekang Jaman
-
Kejanggalan Status Kewarganegaraan Mees Hilgers, Media Belanda Ungkap Hal Mengejutkan
Terkini
-
Oknum ASN Panti Sosial di Kalbar Diduga Lakukan Pelecehan Seksual terhadap 6 Anak Asuh
-
Putusan MK Terbaru, Pemilu Nasional dan Daerah Tak Lagi Serentak!
-
ToRi Coffee Buktikan UMKM BRILiaN Bisa Mendunia Berkat BRI
-
AgenBRILink dari BRI Jadi Solusi Keuangan di Era Digital
-
BRI: Casa Grata Jadi Representasi Konkret dari Upaya Pemberdayaan yang Berkelanjutan