Dalam tradisi Semah Laut, harus ada jong untuk melengkapi balai. Kalau tidak pakai jong, artinya pelaksanaan Semah Laut tidak pas. Maka, warga setempat bisa saja dapat musibah dan penghasilan laut maupun darat kurang. "Makanya harus diadakan dan lengkap setiap tahun pada tanggal 4 bulan 4. Ini harus dilaksanakan," bebernya.
Pembuatan jong ini, kata Jabar, memakan waktu selama sepekan. Karena, harus mencari kayu yang tidak boleh sembarangan. Harus ringan dan sesuai kriteria. Meski sulit, kata Jabar, jong harus dibuat sebagai pelengkap Semah Laut.
"Dulu pernah ditinggalkan (Semah Laut) selama tiga tahun. Lalu masyarakat kena serangan penyakit sampai meninggal dan hasil laut kurang. Maklumlah waktu itu masyarakat awam, jadi banyak alasan sampai tradisi ini ditinggal. Karena itulah, Semah Laut kembali digelar lagi," tuturnya.
Di sisi lain, kaum perempuan di desa ini juga disibukkan membuat hiasan untuk jong dan makanan yang disimpan di dalamnya. Rapiah salah satunya. Perempuan 70 tahun ini ditemui sedang menganyam daun kelapa. "Ini daun kelapa. Kami anyam untuk hiasan kapal atau jong," ucapnya.
Baca Juga:Dinkes Sleman Imbau Warga Gelar Tradisi Padusan di Rumah Saja
Daun kelapa yang dianyam membentuk pedang, keris dan macam-macam. "Jadi kami bagi tugas. Ada yang buat balai di Tanjung Ru, ada yang buat jong dan bikin nasi lempeng-lempeng kecil di Padang," bebernya.
Rapiah mengaku, sudah lama bergelut membuat anyaman ini ketika saat Semah Laut tiba. Ia mulai membuat anyaman ini dikala umurnya masih 15 tahun. Kini usianya memasuki 70 tahun. "Saya dari 15 tahun sudah ikut karena datok saya jadi dukun, saya cucu dukun," ucapnya.
Artinya, tradisi ini sudah ada sekitar lebih dari 60 tahun yang lalu. Dan, kini masih dilestarikan. "Tidak boleh tidak," tegasnya.
Sebelum jong diarungkan ke laut dan balai disimpan di Tanah Merah pada keesokan harinya, keduanya harus melalui ritual pada malam hari.
Tarian Hantu
Baca Juga:Tradisi Sadranan Jelang Ramadan, Warga Berdoa di Bekas Keraton Kartasura
Pada malam hari menjelang pelaksanaan inti dari Semah Laut, jong dan balai dihadirkan di lapangan yang menjadi pusat ritual. Para dukun darat dan laut berkumpul di sana untuk membacakan mantra dan mengisi sesajen di dalam jong dan balai. Isi dari balai dan kapal jong itu sama tapi bacaannya lain.
"Ritual malam ini untuk memanggil (roh halus) baik di gunung, laut dan di mana pun tempat. Mereka dipanggil dan disatukan. Setelahnya baru kita beri makan (sesajen)," jelas Ketua Dukun Desa Padang, Sudirman.
Dalam ritual malam ini juga ada tarian yang dilakukan muda-mudi di sana. Tarian itu disebut tarian hantu yang diiringi pukulan gendang dan gong. Para menari mengenakan topeng dan pakaian yang dibuat dengan bahan seadanya.
"Menari pakai topeng itu adatnya. Menggambarkan itu hantu itu. Supaya hantu itu bisa nyerap, adatnya memang dulu begitu. Jarang yang kesurupan (kerasukan), soalnya kita jaga. Sebelum itu dia (penari) dijaga jangan sampai kesurupan," katanya.
Dalam tarian hantu ini juga menggambarkan bahwa ada roh yang ingin menghancurkan atau mengambil alih balai maupun jong. Karena ada dukun yang berjaga, maka upaya jahat itu dapat digagalkan.
Setelah melewati rangkaian ritual malam, keesokan paginya balai dibawa ke Tanah Merah. Dari lapangan tempat ritual malam ini, balai digotong ke Tanah Merah dengan melewati bibir pantai. Tidak boleh melewati daratan. Artinya, warga yang menggotong harus berjalan di pandai dan menyentuh air laut.