Sejarah Orang Tionghoa di Kalimantan Barat, Perang Kongsi di Kota Tambang Emas

Etnis Tionghoa sudah melakukan perjalanan melalui Kalimantan Barat sejak abad ke-3.

Husna Rahmayunita
Rabu, 09 Juni 2021 | 15:19 WIB
Sejarah Orang Tionghoa di Kalimantan Barat, Perang Kongsi di Kota Tambang Emas
Ilustrasi orang Tionghoa di Kalimantan Barat. [Suara.com/Arief Hermawan P]

SuaraKalbar.id - Sejarah orang Tionghoa di Kalimantan Barat. Orang Tionghoa masuk ke  Kalimantan Barat (Kalbar)sejak ratusan tahun lalu.

Asal usul kedatangan orang Tionghoa di Kalbar diwarnai dengan perang kongsi hingga perebutan hasil tambang emas.

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Kalimantan yang didiami oleh bermacam-macam etnis, salah satunya adalah etnis Tionghoa.

Etnis Tionghoa sudah melakukan perjalanan melalui Kalimantan Barat sejak abad ke-3.

Baca Juga:Persaingan Penyedia Layanan 5G Sengit, Siapa Juaranya?

Saat itu, para pelaut China berlayar ke Indonesia untuk berdagang. Rute yang ditempuh melalui pantai Asia Timur, kemudian ketika kembali, mereka melalui Kalimantan Barat dan Filipina.

Kemudian, pada abad ketujuh, hubungan China dan Kalimantan Barat intens terjalin. Namun, saat itu, orang-orang China ini belum menetap.

Perlahan tapi pasti, imigran China pun beberapa mulai masuk ke Kerajaan Sambas dan Kerajaan Mempawah. Hubungan keduanya sangat terorganisasi dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok.

Keluarga Gunawan sembahyang Imlek di kediamannya di Pontianak, Kalbar. Kamis (12/2/2021)
Keluarga Gunawan sembahyang Imlek di kediamannya di Pontianak, Kalbar. Kamis (12/2/2021)

Pada tahun 1745, banyak orang China yang didatangkan secara besar-besaran ke Monterado  yang dijuluki kota tambang emas, demi kepentingan kongsi tersebut.

Mereka dijadikan pekerja di tambang-tambang emas atas perintah Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah.

Baca Juga:5 Keunikan Rumah Betang Suku Dayak, Salah Satunya Menghadap Matahari Terbit

Kedatangan besar-besaran ini pun menyebabkan terbentuknya dua kongsi besar, yakni kongsi Taikong dan Samto Kiaw.

Kemudian, pada tahun 1770, sebuah peperangan terjadi, antara orang Tionghoa dengan Suku Dayak di Monterado dan Bodok. Peristiwa ini menewaskan kepala suku Dayak dari dua daerah tersebut.

Sultan Sambas pun membuat peraturan bahwa orang China di daerah tersebut harus tunduk kepadanya dan diwajibkan membayar upeti setiap bulan. 

Meski demikian, mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur pemerintahan, peradilan, keamanan, dan lain sebagainya. Sejak saat itu, terbentuklah republik kecil yang berpusat di monterado.

Vihara Tri Dharma Bumi Raya, Singkawang, Kalimantan Barat. (Antara/Jessica Helena Wuysang)
Vihara Tri Dharma Bumi Raya, Singkawang, Kalimantan Barat. (Antara/Jessica Helena Wuysang)

Sementera orang-orang Dayak pun akhirnya memilih pindah ke daerah yang aman.

Setahun setelah Kota Pontianak berdiri, yakni pada tahun 1772, seorang dari Kanton bernama Lo Fong datang di Siantan Pontianak Utara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini