Tradisi Saprahan, Makan Bersama ala Orang Melayu di Pontianak

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Melayu.

Husna Rahmayunita
Selasa, 22 Juni 2021 | 17:00 WIB
Tradisi Saprahan, Makan Bersama ala Orang Melayu di Pontianak
Tradisi Saprahan di Pontianak, Rabu (17/10/2018). (Antara/Jessica Helena Wuysang)

SuaraKalbar.id - Tradisi Saprahan, salah satu budaya unik di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Saprahan identik dengan makan bersama ala orang Melayu.

Jika di Jawa, kita mengenal istilah 'dhahar kembul', yakni makan secara bersama-sama. Di wilayah Kalimantan Barat juga mengenal tradisi serupa yang disebut sebagai tradisi saprahan.

Berasal dari kata 'Saprah' yang artinya berhampar, yakni budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan bersila diatas lantai secara berkelompok yang terdiri dari enam orang dalam satu kelompoknya. 

Secara umum, tradisi Saprahan dapat disebut sebagai tradisi makan bersama dengan duduk di lantai. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Melayu Kota Pontianak saat ada acara-acara penting, seperti acara pernikahan, khitanan, syukuran, dan lain sebagainya.

Baca Juga:Prakiraan Cuaca Pontianak Minggu 20 Juni 2021: Pagi Berawan, Siang Hujan

Tamu yang datang pun biasanya diundang oleh yang punya hajat, atau tetua kampung secara lisan. Mereka mengistilahkan dengan 'nyaro'. Asal kata 'nyaro' berasal dari kata saroan yang artinya memanggil atau mengundang.

Dalam Tradisi Saprahan, hidangan akan disajikan secara teratur di atas kain saprah. Tujuannya, agar proses makan bersama dapat dilaksanakan secara tertib. Selain itu, juga dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi.

Tradisi Saprahan di Pontianak, Rabu (17/10/2018). (Antara/Jessica Helena Wuysang)
Tradisi Saprahan di Pontianak, Rabu (17/10/2018). (Antara/Jessica Helena Wuysang)

Pakaian yang dikenakan pun tidak sembarangan. Bagi laki-laki, pakaian yang dikenakan adalah pakaian adat melayu telok belanga. Sementara itu, bagi perempuan, pakaian yang dikenakan adalah baju urung.

Tradisi unik ini awalnya dilakukan oleh para petinggi di Kesultanan Pontianak. Namun, lambat laun, tradisi makan ini pun dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak secara umum.

Setelah tradisi makan selesai, tradisi ini akan ditutup dengan membaca salawat yang dipimpin oleh tetua adat.

Baca Juga:Tak Diberi Ampun, 27 Pencuri Ikan Asal Vietnam Dideportasi dari Pontianak

Saat ini, saprahan pun banyak diadaptasi secara luas. Banyak restoran dan rumah makan yang menghidangkan makan saprahan.

Hal ini disebabkan, Tradisi Saprahan memiliki makna filosofis dan kearifan lokal tersendiri. Ada yang mengatakan bahwa saprahan merupakan budaya Melayu yang mempererat silaturahmi dan keakraban.

Selain itu, juga meleburnya masyarakat tanpa ada perbedaan status sosial. Tradisi Saprahan pun saat ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Selain di Pontianak, tradisi ini juga dilakukan di Sambas, Kalimantan Barat. Di Sambas, secara umum tidak ada aturan tertulis untuk tata cara makannya, menghidang, dan menu hidangannya.

Namun, ada etika yang harus diperhatikan, yakni sajian saprahan harus ada menu nasi sebagai menu utama. Di samping itu, harus ada lauk-pauk sapi, ikan, dan sayur-mayur.

Selain di Pontianak dan Sambas, tradisi ini juga dilakukan oleh masyarakat Melayu di Singkawang, Mempawah, atau daerah lain yang masih memiliki budaya Melayu yang kental.

Itulah fakta menarik tradisi saprahan.

Kontributor : Sekar Jati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini