SuaraKalbar.id - Dua anak Indonesia positif COVID-19 meninggal tiap seminggu sekali. Hal itu berdasarkan catatan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan mengatakan data tersebut dihimpun dari jaringan dokter anak Indonesia sejak 14 pekan terakhir.
Aman menyebut lebih dari 50 persen anak yang meninggal masih berusia 0-5 tahun atau balita dan 30 persen berusia 10-18 tahun.
"Sekarang ini kasus positif anak itu cukup tinggi, dan yang meninggal itu kita data mingguan di dokter anak itu ada 13 atau 14 minggu lalu, jadi setiap minggu ada dua anak yang meninggal, satu orang anak meninggal ini harus kita jaga anak cucu kita," kata Aman dalam diskusi SIL & SKSG UI, Minggu (27/6/2021).
Baca Juga:Geger Suami Bongkar Kuburan Istri di Curug Kota Serang
Selain itu, dia mengungkapkan bahwa jumlah anak yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia ada 12,3 persen dari total kasus positif nasional.
Kategori itu dibagi dua; 2,5 persen anak usia 0-5 tahun atau balita, sementara 9,5 persen anak usia 6-18 tahun.
"Jadi berarti 1 dari 8 itu adalah anak-anak, jadi kalau ada 2 juta kasus ini harusnya kita ada 200 ribuan penderita anak, tapi yang terdaftar di IDAI ini hanya 100 ribuan, berarti banyak sekali anak ini belum terdeteksi," ungkapnya.
Aman menyebut hal ini akan berbahaya jika tidak terdeteksi, sebab anak-anak bisa datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi buruk.
"Ini bisa datang ke IGD parah dan meninggal atau nanti longcovid," ucapnya.
Baca Juga:Covid-19 di Indonesia Menggila, Ini Data Lonjakan Kasus Sepanjang Bulan Juni
Data yang tidak jelas ini menurut Aman akan berdampak besar pada anak khususnya rencana pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru 2021/2022 atau Juli mendatang.
"Kalau kita tidak punya data yang bagus, agak sulit kita akan membuka sekolah," pungkas Aman.
IDAI menegaskan satu-satunya syarat pembukaan sekolah adalah laju penularan atau positivity rate harus di bawah 5 persen, sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Oleh sebab itu, IDAI meminta semua kegiatan yang melibatkan anak mulai dari sekolah hingga rekreasi ke luar rumah harus dihentikan sementara.
Orang tua atau pengasuh harus lebih sabar mendampingi anak saat beraktivitas secara online, daripada membahayakan anak keluar rumah.