Muhammad Hatta Lukman, Triumvirat PKI yang Terlupakan di Antara DN Aidit dan Nyoto

Muhammad Hatta Lukman anak Kiai yang ikut memperjuangkan Indonesia merdeka.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 30 September 2021 | 20:00 WIB
Muhammad Hatta Lukman, Triumvirat PKI yang Terlupakan di Antara DN Aidit dan Nyoto
Njoto (kanan berkacamata) dan Ketua CC PKI DN Aidit. [Dok. majalah Life]

Kendati tak banyak tercatat dalam buku-buku sejarah, kiprah Muhammad Hatta Lukman dalam pergerakan sudah ada sejak masa penjajahan Jepang.
Bersama DN Aidit, dia ikut mendirikan gerakan antifasis Jepang yang diberi nama Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindom). Namun tidak ada catatan bagaimana Lukman pertama kali bertemu DN Aidit.

‎"Sejak tahun 1945, Lukman sudah aktif terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menjelang proklamasi kemerdekaan, dia juga ikut dalam pergerakan pemuda Jakarta dan peristiwa Rengasdengklok," ujarnya.

‎Wijanarto menengarai keaktifan Muhammad Hatta Lukman dalam pergerakan dan perjuangan kemerdekaan menurun dari ayahnya, KH Muklas. Selain seorang tokoh agama, KH Muklas merupakan tokoh pergerakan pada 1926 di Tegal.

"Ayahnya itu kiai, guru ngaji dan aktivitas pergerakan kiri. Dia itu bisa dibilang Haji Misbach-nya Tegal," ujarnya.

Baca Juga:Peristiwa 1965: Warga Pekanbaru Turun ke Jalan, Ketua PKI Riau Dihukum Mati

KH Muklas adalah pimpinan Sarekat Rakjat di Jatinegara, Kabupaten Tegal. Dia menggerakkan protes dan perlawanan terhadap kenaikan pajak pasar yang dibebankan pemerintah kolonial Belanda.

‎"Kiprahnya dalam pergerakan melawan Belanda membuat kiai Muklas ditangkap dan dibuang ke Boven Digul pada 1927. Dia juga satu-satunya tahanan politik di Tegal yang dibuang sampai ke Cowra, Australia setelah dibuang ke Bovel Digul," ungkap Wijanarto.

Semasa dalam pembuangan di Boven Digul‎, KH Muklas banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional, di antaranya Mohammad Hatta.

"Ada yang menyebut nama Hatta pada nama panjang Lukman karena ayahnya kagum dengan Mohammad Hatta," ujar Wijanarto.

Di Boven Digul, KH Muklas ikut mendirikan ‎sekolah formal untuk anak-anak tahanan politik yang ikut dibawa orang tuanya ke daerah pembuangan, termasuk Lukman kecil. Sekolah itu bernama Malay English School (MES).

Baca Juga:Warga Banyuwangi Lapor Polisi Gegara Dituduh PKI

"Lukman yang ikut ayahnya dibuang ke Boven Digul kembali ke Jawa saat ayahnya dipindahkan Belanda ke Australia tahun 1943. Dia kemudian ke Jakarta dan sempat bekerja menjadi kondektur bus," ungkap Wijanarto.

‎Seperti halnya sang anak, hidup KH Muklas juga berakhir tragis. Setelah bebas dari pembuangan pada 1958, dia dibunuh oleh pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

(F Firdaus)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini