SuaraKalbar.id - Seekor finless porpoise, ditemukan dalam keadaan mati di perairan Dusun Kelapa Enam, Desa Mekar Utama, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) pada Minggu (23/10/2022).
Menurut Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Cempedak Jaya, Hartono yang selama ini rutin bertugas melakukan monitoring dugong di sekitar Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Taman Pulau Kecil (TPK) Kendawangan, saat ditemukan, mamalia laut tersebut sudah mati.
Kondisi tubuhnya mulai membengkak, dengan sejumlah luka bekas gigitan satwa liar di beberapa bagian tubuhnya.
“Pesut tak bersirip ini pertama kali ditemukan oleh Pak Riyan, nelayan asal Dusun Kelapa Enam, tak jauh dari kawasan dusun tempatnya mencari ikan,” kata Hartono.
Baca Juga:5 Alasan Kucing Perlu Menghindari Makan Nasi, Rentan Malnutrisi!
Menurut Hartono, bangkai pesut tersebut kemudian dibawa ke pantai dan dilanjutkan dengan laporan ke Pokdarwis Cempedak Jaya sebagai kelompok masyarakat yang selama ini giat berpatroli memonitor dugong di sekitar KKP3K TPK Kendawangan.
Menurut warga sekitar, kata Hartono, ada lebih dari satu satwa serupa sering terlihat di sekitar kawasan yang sama, namun baru kali ini ditemukan dalam kondisi mati.
Tim Pokdarwis Cempedak Jaya dibantu oleh mahasiswa Ilmu Kelautan FMIPA Untan sebagai peserta program MBKM Yayasan WeBe Konservasi Ketapang tahun 2022, didampingi petugas dari Lanal Ketapang tiba di lokasi pada sore hari untuk melakukan identifikasi morfometrik terhadap bangkai pesut tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi, satwa tersebut diduga sebagai Indo-Pacific Finless Porpoise (Neophocaena phocaenoides) dengan ukuran panjang total 130 cm, dan lingkar badan 88 cm. Satwa ditemukan dalam Kode 3 (adanya pembengkakan).
Direktur Yayasan Webe Konservasi Ketapang, Setra Kusumardana mengatakan, Finless porpoise ini terbilang hewan yang unik karena memiliki kemiripan dengan dugong yang tak bersirip, tetapi termasuk ke dalam ordo Cetacea (lumba-lumba).
“Pesut tanpa sirip masuk ketegori mamalia yang dilindungi negara dan keberadaannya terancam punah,” kata Setra.
Sayangnya, sambung Setra, sepanjang tahun 2020-2022 Yayasan Webe Konservasi Ketapang telah mencatat tiga kasus insiden kematian pesut (diduga Orcaella brevirostris) dan satu kasus pesut tanpa sirip (Neophocaena phocaenoides) di sekitar KKP3K TPK Kendawangan.
“Meningkatnya insiden kematian pesut di sekitar kawasan ini perlu menjadi perhatian para pihak. Termasuk penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab meningkatnya kematian mamalia laut yang terancam punah ini di Kendawangan,” ucap Setra.
Padahal, menurutnya wilayah selatan Kendawangan sudah diapit oleh dua kawasan konservasi, yakni Cagar Alam Muara Kendawangan dan KKP3K TPK Kendawangan.
“Mungkin, sudah ada perubahan keseimbangan ekosistem perairan sungai dan laut di kawasan Kendawangan yang dipicu oleh peningkatan aktivitas masyarakat, meluasnya kawasan perkebunan di hulu Sungai Kendawangan, dan peningkatan angkutan bahan tambang serta industri lainnya di sekitar kawasan,” jelas Setra.
Menurut Setra, hal ini perlu dikaji lebih intensif untuk dapat mencegah punahnya beberapa jenis mamalia air langka, terutama pesut dan dugong.
Yayasan Webe Konservasi Ketapang bersama mitra kelautan di Kalbar berupaya meningkatkan upaya penyadartahuan akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup baik di darat, sungai, dan laut demi menjaga keberadaan mamalia air tetap lestari di wilayah Kendawangan.
“Dengan demikian bisa membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat Kendawangan,” pungkasnya.