SuaraKalbar.id - Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) diketahui tengah mengerjakan proyek pelebaran jalan di sepanjang Jalan Sultan Hamid II, Pontianak, Kalimantan Barat.
Menurut keterangan PJ Walikota Pontianak, Ani Sofian, proyek pelebaran jalan tersebut melibatkan penambahan sekitar 11 meter pada sisi kiri dan kanan ruas jalan, dengan anggaran yang mencapai Rp 75 miliar. Proyek ini ditargetkan rampung pada Desember 2024.
"Itu salah satu cara untuk mengurai kemacetan. Nanti mungkin akan ada rekayasa lalu lintas, tapi untuk itu kita masih menunggu amdal lalin," ujar Ani.
Proyek pelebaran jalan ini menimbulkan reaksi pro-kontra dari masyarakat yang sering melewati jalan tersebut. Menanggapi hal ini, seorang konsultan proyek di Pontianak, Yogi, menyebutkan bahwa masyarakat harus menunggu tindak lanjut dari pemerintah.
"Kalau untuk saat ini (terlihat) kurang tepatlah pembangunannya, tapi itukan ada penanganan selanjutnya lagi karena dalam proyek gak bisa langsung jadi, butuh proses, ada tahapan-tahapan tertentu. Bisa jadi ada yang mau dirubah dan semacamnya nanti kedepan kalo memang sudah selesai dibuat," ujar Yogi kepada suara.com, pada Senin (05/08/2024).
Yogi juga menerangkan bahwa mungkin ada pembangunan lain selain pelebaran jalan, sehingga perlu menunggu hingga proyek tersebut selesai.
"Proyek ini kan kita juga gak bisa mastikan akan langsung selesai tepat waktu, bisa saja nanti terkikis untuk pembangunan lain, jadi gak bisa langsung jadi," jelasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Slamet Widodo, menyebutkan bahwa pelebaran jalan untuk mengurai kemacetan ini dianggap tidak akan efektif selama simpang empat di Jalan Sultan Hamid II masih aktif.
"(Dari arah Kota Pontianak) kalau lewat lampu merah mengarah ke Jalan Sultan Hamid II itu macet gak? Kan tidak ya. Sebenarnya yang bikin macet itu adanya penumpukan SMP (Satuan Mobil Penumpang). Kalau pagi dari arah Tanjung Raya II ke arah Kota Pontianak, kalau sore itu sebaliknya," ujar Slamet saat dikonfirmasi oleh Suara.com pada Selasa (06/08/2024) siang.
Baca Juga:Eksklusif: Pemerintah Larang Jual Rokok Eceran, Warga Pontianak: Masih Ada Rokok Ilegal
Slamet secara jelas menyatakan bahwa akar permasalahan kemacetan adalah adanya simpang empat di jalan tersebut.
"Anggaplah SMP itu volumenya 3.000 ditiap jalan, akan ada volume 3.000 disetiap 4 simpang itu. Totalnya ada 12.000. Tidak semua kendaraan itu kalau jalannya lurus, tetap tujuannya lurus, pasti ada yang belok atau ke arah berbeda tergantung tujuan masing-masing. Dari arah Kota Pontianak itu yang menuju ke Tanjung Raya II bisa sampai lebih dari 60 persennya, sisanya kearah lain yang akhirnya membuat penumpukan di jalan Tanjung Raya II yang harusnya hanya mampu menampung SMP 3.000, jadi harus menampung lebih dari itu dan akhirnya buat macet. Sedangkan jalan lain kurang dari SMP 3.000," jelasnya.
Slamet juga menganggap bahwa pelebaran jalan di Jalan Sultan Hamid II bukanlah solusi yang tepat jika tidak disertai dengan penutupan simpang.
"Macet bisa teratasi kalau sudah dibuat pelebaran jalan setelah itu dibuat U-Turn lagi. Simpang empatnya ditutup. Tapi bukan U-Turn yang seperti jalan lurus terus dibuka perbatasan tengahnya untuk putar balik. Memang disediakan ruangan untuk U-Turn seperti di Malaysia. Jadi bentuknya di jalan lurus kemudian dibuat jalan melebar menggembung begitu, kemudian dibagian tengahnya dibuat lapangan khusus putar balik dan ada lahan kosong ditanami tanaman biar lebih terstruktur. Jadi yang dari Kota Pontianak kalau mau ke Tanjung Raya II bisa putar lewat situ dan yang mau jalan lurus tidak terhambat. Gak perlu jauh, kira-kira 100 meter dari simpang empat itu U-Turn bisa dibuat," jelasnya.
Untuk pengendara dari arah Tanjung Raya I yang ingin menuju Tanjung Raya II atau sebaliknya, Slamet menyarankan dibuatkan jalur di bawah jembatan Kapuas 1 dan Jembatan Duplikasi Kapuas 1.
Slamet sendiri mengakui tidak setuju jika pelebaran jalan dilakukan di sepanjang Jalan Sultan Hamid II secara keseluruhan, karena menurutnya pengguna jalan masih belum membutuhkannya.
"Kalau harus dibuat sampai sepanjang jalan pelebarannya apalagi sampai SPBU itu (SPBU Tanjung Hulu), saya raya tidak perlu. Cukup setengahnya saja, sisanya bisa untuk pembangunan U-Turn atau bahkan bisa lebih hemat dari Rp 75 miliar itu," tambahnya.
Terkait pembangunan flyover yang juga ia dengar sebagai permintaan masyarakat, Slamet, yang juga merupakan pengajar pada jurusan Teknik Sipil dengan konsentrasi jalan/transport, menyebutkan bahwa flyover mampu mengatasi kemacetan namun memiliki sejumlah kekurangan.
"Menurut saya flyover itu memang bisa mengatasi kemacetan, walau tidak secara keseluruhan ya. Namun kalau mau membangun flyover itu saya rasa perlu dana yang lebih besar, terus harus ada ruang juga. Selain itu, sebenarnya flyover itu tidak memperindah kota," jelasnya.
Slamet juga meyakini bahwa U-Turn yang dimaksud akan mampu terwujud, terutama jika pelebaran jalan tersebut benar dilakukan dengan penambahan 11 meter pada sisi kiri dan kanan.
"Kalau tidak salah lebar jalan di Sultan Hamid II itu sekitar 6-7 meter, nah dilebarkan lagi ditambah 11 meter. Kalau mau perbandingan, jalan di Kota Baru sekitaran Rumah Adat Melayu itu saja 14 meter lebarnya, nah ini dibuat lebih luas lagi. Jadi ya memang solusinya dibuat U-Turn saja," ujar Slamet.
Kontributor : Maria