Rakima juga menyampaikan pesan Menteri Agama Republik Indonesia yang menekankan pentingnya ekoteologi, yaitu pengintegrasian nilai-nilai spiritual dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Ia mendorong umat untuk aktif melakukan kegiatan seperti penanaman pohon dan penyiraman eco-enzyme ke perairan yang tercemar.
“Kami mendorong kepada semua umat beragama, termasuk umat Buddha, untuk menjalankan ekoteologi. Tujuannya agar lingkungan hidup kita bisa berangsur pulih dan membaik demi masa depan bersama,” tuturnya.
Apa Itu Pemandian Rupang?
Pemandian rupang adalah ritual tradisional dalam perayaan Waisak yang memiliki nilai simbolik tinggi.
Baca Juga:Tragis! Guru di Kubu Raya Tewas Dibunuh Remaja Disabilitas, Ternyata Ini Motifnya
Rupang sendiri merujuk pada patung Sang Buddha, dan dalam konteks Waisak biasanya berupa patung kecil bayi Siddhartha Gautama.
Tindakan menyiramkan air bunga melambangkan tekad umat untuk membersihkan batin dari hal-hal negatif seperti kemarahan, iri hati, dan keserakahan.
Tradisi ini mengakar sejak zaman dahulu dan terus dijaga keberlangsungannya hingga kini.
Prosesi ini juga mengingatkan umat pada momen suci kelahiran Sang Buddha yang, menurut kitab suci, langsung berjalan tujuh langkah dan menyampaikan pesan pencerahan bagi dunia.
Dengan suasana yang tenang, aroma dupa yang harum, serta lantunan parita (doa-doa) yang menggema, perayaan Waisak di Vihara Vajra Bumi Kertayuga berlangsung penuh keheningan dan kedamaian.
Baca Juga:20 Hari Pencarian, Kerangka Korban Speedboat Padang Tikar Akhirnya Ditemukan!
Ini menjadi pengingat bagi semua umat, bahwa dalam dunia yang penuh kesibukan dan hiruk-pikuk, sesekali kita perlu kembali ke dalam diri, membersihkan hati, dan menumbuhkan kebijaksanaan.