Waspada! Lonjakan Tekanan Darah Pagi Hari Jadi Pemicu Stroke dan Serangan Jantung

Tekanan darah mengikuti ritme sirkadian tubuh dan fase paling kritis terjadi pada pukul 06.00 hingga 10.00 pagi.

Suhardiman
Senin, 24 November 2025 | 14:40 WIB
Waspada! Lonjakan Tekanan Darah Pagi Hari Jadi Pemicu Stroke dan Serangan Jantung
Ilustrasi Tekanan Darah. (Pixabay)
Baca 10 detik
  • Lonjakan tekanan darah pagi hari (06.00–10.00) merupakan pemicu utama stroke dan serangan jantung bagi pasien hipertensi.
  • Mayoritas kasus hipertensi di Indonesia belum terkontrol, sering kali baru terdeteksi saat komplikasi serius terjadi.
  • Pengendalian hipertensi memerlukan disiplin pasien dalam pemeriksaan rutin dan penerapan gaya hidup sehat teratur.

SuaraKalbar.id - Masyarakat harus waspada terhadap lonjakan tekanan darah di pagi hari (morning surge), karena ini adalah pemicu utama stroke dan serangan jantung pada pasien hipertensi.

Dokter Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi, dr. Tunggul Diapari Situmorang mengatakan, rendahnya kesadaran masyarakat akan hipertensi membuat banyak pasien tidak mengetahui kondisinya hingga mengalami komplikasi.

"Hipertensi dijuluki the silent killer bukan tanpa alasan. Kondisi ini sering tidak bergejala, tetapi diam-diam dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah," katanya melansir Antara, Senin 24 November 2025.

Tekanan darah mengikuti ritme sirkadian tubuh dan fase paling kritis terjadi pada pukul 06.00 hingga 10.00 pagi.

Lonjakan tekanan darah setelah bangun tidur dapat memicu stroke atau serangan jantung, terutama pada pasien hipertensi derajat 2 dan 3.

Dirinya menekankan pentingnya pemeriksaan rutin tekanan darah pada pagi dan malam hari, mencatat hasilnya, serta mengkonsumsi obat antihipertensi jika diperlukan.

Ia menyoroti proporsi pasien hipertensi yang belum terkendali di Indonesia masih sangat besar, yakni 81,1 persen.

"Bahkan sebagian besar pasien baru menyadari mereka mengidap hipertensi setelah mengalami komplikasi serius seperti stroke atau serangan jantung," jelasnya.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat 1,4 miliar penyandang hipertensi secara global, namun hanya 23 persen yang memiliki tekanan darah terkontrol.

Di Indonesia, prevalensi hipertensi mencapai 30,8 persen pada penduduk ≥18 tahun, sementara hanya 18,9 persen yang berhasil mengendalikan tekanan darahnya.

Tunggul menegaskan bahwa kendali hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter, melainkan pada kedisiplinan pasien.

Menurutnya, dokter hanya dapat menilai kondisi dan menyesuaikan terapi berdasarkan data yang diberikan pasien.

Ia juga mengimbau masyarakat menjalani gaya hidup sehat dengan menjaga berat badan ideal, membatasi garam, rutin berolahraga 30 menit selama 3 hingga 5 hari per minggu, serta berhenti merokok.

"Penurunan kecil tekanan darah pun berdampak signifikan. Penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik dapat mengurangi risiko stroke, kejadian kardiovaskular hingga gagal jantung," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini