Scroll untuk membaca artikel
Bella
Sabtu, 17 Agustus 2024 | 20:23 WIB
D.S Mattalim, Ketua Cabang Veteran Kota Pontianak. (Suara.com/Maria)

SuaraKalbar.id - Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-79, kerap menjadi momen para veteran untuk mengenang masa lalu yang penuh perjuangan. Salah satunya adalah D.S. Mattalim, seorang Veteran Angkatan Laut yang kini menetap di Pontianak, Kalimantan Barat.

Mattalim, pria kelahiran tahun 1936, menceritakan bahwa minatnya menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) muncul sejak ia masih duduk di Sekolah Rakyat, yang kini dikenal sebagai Sekolah Dasar, dan akhirnya terwujud pada tahun 1961.

"Saya sekolah waktu itu di SR, ada anak dari angkatan laut yang pesiar (berkunjung) pake topi putih dan dasi, kemudian kena hembusan angin. Saya lihat wah itu cakep sekali, jadi saya langsung ingin jadi Angkatan Laut. begitu daftar langsung diterima," ujar Mattalim saat diwawancarai oleh Suara.com pada Jumat (16/08/2024) siang.

Mattalim adalah pensiunan TNI AL yang berasal dari Kota Batu, Jawa Timur. Ia mengenang betapa sulitnya menjadi TNI pada masa itu, terutama dengan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Orang tuanya hanyalah pekerja di sawah.

Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin dan Istri Hadiri Peringatan HUT Ke-79 RI dengan Busana Adat Melayu Teluk Belanga dari Kalbar

Demi meraih cita-citanya, Mattalim nekat berjalan kaki sejauh 21 kilometer dari Batu ke Malang untuk mendaftar menjadi tentara. Namun, perjuangannya tidak sia-sia.

"Waktu itu gigi saya lubang, padahal kalau mau masuk Angkatan Laut gigi lubang itu tidak diterima. Begitu saya di cek, saya tahajud sholat, eh kok gak tahu dokter itu gigi saya lubang padahal udh diketok-ketok dan lubangnya sebesar biji jagung. Kemudian yang cek mata terakhir juga, itu yang di depan saya, diteteskan matanya dengan obat tetes mata biar bening, tapi kok sampai disaya itu habis. Eh yang didepan saya gak lolos, malah saya yang lolos karena ternyata obat tetes mata tidak bikin jernih, malah bikin mata berair," kenangnya.

Lolos menjadi anggota TNI AL pada usia 24 tahun, Mattalim mengenang sejumlah pengalaman yang tak terlupakan, terutama setelah beberapa tahun kemerdekaan Indonesia.

Saat itu, Mattalim ditugaskan untuk merebut Irian Barat dari Belanda. Setelah misinya berhasil, ia dipindahkan untuk bertugas di perairan sekitar Riau dan Kalimantan Barat atas perintah Presiden Soekarno.

"Dulu Malaysia dijajah Inggris, jadi menurut Bung Karno kemungkinan karena Inggris pernah menjajah kita, bukan tidak mungkin akan menjajah ke Indonesia melalui Kalimantan Barat ini, maka diadakan konfrontasi. Saya terlibat langsung operasi di daerah Kepulauan Riau dengan kapal perang, yang sampai sekarang tidak bisa kami lupakan pengalaman saya waktu itu," ujar Mattalim sambil tersenyum.

Baca Juga: Gemawan dan Institut Dayakologi Bekali Perempuan Muda untuk Jadi Pelopor Restorasi Hutan dan Lahan Gambut

Ia juga mengingat betul bagaimana pesawat tempur Inggris sering mengganggu kapal-kapal TNI.

"Jadi ketika kapal kami melewati Selat Singapura, itu ada dua pesawat jet tempur Inggris yang menukik dari arah haluan ke arah kapal kita. Mondar mandir. Saya waktu itu sebagai penangkis serangan udara, minta izin kepada Komandan, 'Komandan bagaimana kalau ini kita sikat saja?' soalnya mereka ngeledek," kenangnya.

Dengan senjata tempur dan sekitar 400 amunisi di tangannya, Mattalim berharap mendapatkan persetujuan. Namun, komandannya menolak.

"'Gila kamu, kamu dipecat nanti. Ini urusan negara'," ujar Mattalim menirukan Komandannya.

Keinginan Mattalim untungnya berhasil dicegah oleh komandannya. Ia kemudian menyadari bahwa jika ia benar-benar menembak pesawat-pesawat tersebut, akibatnya bisa sangat fatal.

"Memang betul, jika memang terjadi (penembakan dan pesawat jatuh), maka Singapura terbakar, daerah kita Tanjung Pinang juga akan terbakar besar karena disana itu kilang minyak besar," ujarnya terkekeh bersyukur tak mengambil langkah yang kini diakuinya salah tersebut.

Setahun setelah bertugas di perairan Kepulauan Riau, Mattalim dipindahtugaskan ke Pontianak. Namun, sekali lagi ia mengalami kejadian yang tak terlupakan.

Ia mengaku tanpa sengaja menjadi salah satu orang yang mengantar Brigadir Jenderal Moestafa Sjarief Soepardjo atau Brigjen Soepardjo, yang ternyata adalah tokoh penting PKI, ke perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat.

"Kami waktu itu disuruh mengawal Panglima Tempur Brigjen Soepardjo ke perbatasan dengan membawa Dharma Wanita. Dan ternyata dia gembongnya PKI," ujarnya.

Dharma Wanita yang mendampingi Brigjen Soepardjo menarik perhatian Mattalim. Awalnya, ia dan rekan-rekannya ditugaskan untuk mengantar sekitar 20 orang Dharma Wanita dari Jakarta ke perbatasan. Namun, ternyata kedatangan mereka tidak bermaksud baik.

"Rupanya disana 'Dharma Wanita' itu dia menghibur tentara-tentara di perbatasan sana, kita yang jaga dan kami menunggu di tepi sungai karena kita diperintah oleh atasan ya kita nurut tapi kita gak tahu, atasan juga gak tahu," jelasnya. jelasnya.

Mattalim menyadari bahwa tindakan tersebut salah, dan ia menyesali pengantaran 'Dharma Wanita' dan Brigjen Soepardjo, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Tempur Ganyang Malaysia.

"Kok bisa jadi orang bodoh, itu kira-kira bulan Juli, kalau tidak salah. Kan pemberontakan PKI terjadi pada 30 September," ungkap Mattalim.

Kini, Mattalim yang telah pensiun dan menjadi veteran, dipercaya kembali menjabat sebagai Ketua Cabang Veteran Kota Pontianak.

Kontributor : Maria

Load More