SuaraKalbar.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa sekolah atau madrasah swasta tertentu tidak dilarang memungut biaya dari peserta didik, asalkan memenuhi kriteria tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Putusan ini disampaikan dalam sidang pembacaan putusan uji materiel terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang digelar di Jakarta pada Selasa (28/5/2025).
Putusan ini tertuang dalam Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024, yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Dalam pertimbangannya, Enny menegaskan bahwa tidak semua sekolah swasta dapat disamakan dalam hal pembiayaan.
Beberapa sekolah swasta memiliki kekhususan, seperti menyelenggarakan kurikulum tambahan di luar kurikulum nasional atau tidak menerima bantuan anggaran dari pemerintah.
“Peserta didik yang memilih sekolah swasta dengan kurikulum khusus—baik internasional maupun berbasis agama—telah memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihan dan motivasinya,” ujar Enny saat membacakan pertimbangan hukum.
Preferensi dan Kekhususan Sekolah Swasta
MK mencermati adanya sekolah-sekolah swasta yang menawarkan keunggulan melalui kurikulum tambahan, seperti kurikulum Cambridge, IB, atau kurikulum berbasis nilai-nilai keagamaan.
Sekolah-sekolah semacam ini tidak hanya bertujuan menyediakan pendidikan dasar, tetapi juga menjadikan kekhasan kurikulum mereka sebagai daya tarik utama.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Siswi di Pontianak Disodomi Usai Dipaksa Aborsi oleh Oknum Tenaga Pendidik
Mahkamah menilai bahwa peserta didik yang memilih sekolah seperti ini tidak semata-mata karena keterbatasan akses terhadap sekolah negeri, melainkan karena pertimbangan kualitas dan orientasi pendidikan tertentu.
Oleh sebab itu, menurut MK, wajar jika terdapat konsekuensi pembiayaan tambahan.
Alokasi Anggaran Harus Diprioritaskan
Meskipun MK menyatakan bahwa sekolah swasta tertentu boleh memungut biaya, negara tetap dituntut untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan dasar.
Mahkamah menekankan pentingnya pengalokasian anggaran pendidikan, baik dari APBN maupun APBD, secara proporsional untuk membantu penyelenggaraan pendidikan dasar, termasuk bagi sekolah swasta yang layak mendapat dukungan.
Namun, bantuan pendidikan hanya dapat diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi persyaratan tertentu. “Hal ini untuk menjamin bahwa bantuan pendidikan dikelola sesuai standar dan memiliki tata kelola yang akuntabel,” jelas Enny.
Sekolah Swasta yang Tidak Menerima Bantuan Pemerintah
Putusan MK juga memperhatikan keberadaan sekolah swasta yang secara sadar memilih untuk tidak menerima bantuan dari pemerintah dan membiayai seluruh operasionalnya dari iuran peserta didik.
Menurut MK, tidak rasional apabila sekolah seperti itu dipaksa untuk tidak memungut biaya, apalagi jika tidak ada dukungan anggaran dari pemerintah.
“Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” imbuh Enny. Mahkamah bahkan meminta sekolah swasta tetap membuka akses bagi masyarakat sekitar dengan skema pembiayaan yang lebih inklusif, seperti beasiswa atau subsidi silang.
Perubahan Formulasi Pasal 34 UU Sisdiknas
Salah satu poin penting dalam putusan MK ini adalah koreksi terhadap frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas.
Frasa ini dinilai Mahkamah berpotensi multitafsir dan diskriminatif terhadap sekolah yang dikelola oleh masyarakat.
Sebagai solusinya, MK memutuskan untuk mengubah frasa tersebut menjadi:
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Dengan demikian, masyarakat diimbau untuk memahami bahwa pungutan biaya di sekolah swasta bukanlah bentuk pelanggaran hukum, melainkan bagian dari dinamika penyelenggaraan pendidikan berbasis pilihan dan kualitas.
Pemerintah, di sisi lain, tetap harus hadir untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal hanya karena faktor biaya.
ANTARA
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Ini Dia Pemilik Tanggul Beton Cilincing, Perusahaan yang Pernah Diperebutkan BUMN dan Swasta
-
Kronologi Gen Z Tumbangkan Rezim di Nepal: Dari Blokir Medsos Hingga Istana Terbakar!
-
Menkeu Purbaya Masuk Kabinet, Tapi Rakyat Justru Makin Pesimistis Soal Ekonomi RI Kedepan
-
Bintang Liga Prancis Rp57,8 Miliar Tak Sabar Bela Timnas Indonesia pada Oktober
-
Inikah Kata-kata yang Bikin Keponakan Prabowo Mundur dari DPR?
Terkini
-
Sungai Brantas Mau Bebas Sampah Popok? Inovasi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Harapan Baru
-
Libur Panjang Maulid Nabi 2025? BRImo Solusi Liburanmu
-
BRI Beri Apresiasi, Direksi Kunjungi Nasabah di Berbagai Daerah pada Hari Pelanggan Nasional
-
Bantuan Modal BRI Ubah Nasib Warung Pecel Sederhana Jadi Kuliner Legendaris di Kota Batu
-
BRImo Tawarkan Voucher Spesial dari Ratusan Merchant Pilihan