Naik Dango, Ritual Pesta Panen Suku Dayak Punya Makna Mendalam

Ritual ini biasanya dilakukan setahun sekali.

Husna Rahmayunita
Senin, 21 Juni 2021 | 15:20 WIB
Naik Dango, Ritual Pesta Panen Suku Dayak Punya Makna Mendalam
Ribuan masyarakat adat Suku Dayak mengikuti Pekan Gawai Dayak ke-32 di kawasan rumah adat Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (20/5/2017). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]

SuaraKalbar.id - Naik Dango, tradisi khas Suku Dayak. Naik Dango dikenal sebagai ritual pesta panen ala Suku Dayak Kalimantan Barat, khususnya Dayak Kanayatn.

Ritual yang juga disebut sebagai Gawai Dayak ini dilakukan di daerah Landak, Pontianak, hingga Sanggau.  Naik Dango tradisi Suku Dayak punya makna mendalam.

Naik Dango dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Kalimantan Barat, khususnya Dayak Kanayatn

Sebenarnya, Naik Dango merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak. 

Baca Juga:Soal Beda Data Kematian Covid-19, Ini Penjelasan Lengkap Kadinkes Kalbar

Ritual ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap Nek Jubata atau Sang Pencipta atas berkah yang diberikan berupa hasil panen melimpah.

Ritual ini biasanya dilakukan setahun sekali, tepatnya setiap 27 April. Nilai religius yang terkandung dalam ritual ini menggambarkan bagaimana masyarakat Dayak Kanayatn menempatkan Sang Pencipta sebagai pusat dari makro kosmos.

Dalam tradisi nenek moyang suku Dayak, Naik Dango diawali dengan pertemuan antarpenduduk setelah panen. Pertemuan ini dilakukan untuk mendiskusikan pelaksanaan naik dango. Pertemuan ini biasanya diadakan beberapa hari sebelum Naik Dango dilaksakan.

Naik Dango, tradisi oesta panen suku dayak. (Antara)
Naik Dango, tradisi oesta panen suku dayak. (Antara)

Kemudian, sehari sebelum pelaksanaan Naik Dongo, masyarakat melaksanakan Batutu, yakni memasak makanan sebagai simbol hasil pertanian. Beberapa makanan yang diolah antara lain beras ketan yang dimasak di dalam bambu dan tumpi atau kue cucur.

Setelah itu, ritual ini ditandai dengan menyimpan seikat pada yang baru dipanen ke dalam lumbung padi atau dango. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh kepala keluarga masyarakat Dayak yang bertani atau berladang. Padi tersebut nantinya akan dijadikan bibit untuk ditanam bersama-sama. Selain itu, juga dijadikan cadangan pangan saat masa paceklik. 

Baca Juga:Viral Beda Data Kematian Covid-19 di Kalimantan Barat, Publik Bertanya-tanya

Kemudian, prosesi selanjutnya adalah upacara Nyangahatn. Upacara ini merupakan upacara yang sangat krusial karena pada prosesi ini berbagai doa Pamane dipanjatkan oleh para tetua adat.

Selain itu, pada prosesi ini juga dilakukan Tingkakok Nimang Padi, yakni prosesi yang mengingatkan turunnya padi dari sang pencipta kepada manusia.

Ribuan masyarakat adat Suku Dayak mengikuti Pekan Gawai Dayak ke-32 di kawasan rumah adat Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (20/5/2017). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Ribuan masyarakat adat Suku Dayak mengikuti Pekan Gawai Dayak ke-32 di kawasan rumah adat Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (20/5/2017). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Mengutip dari laman Kemendikbud, upacara Naik Dango merupakan acara yang memiliki 3 aspek pokok, yaitu aspek kehidupan agraris, aspek religius, dan aspek kehidupan kekeluargaan solidaritas serta persatuan.

Aspek kehidupan agraris tampak dalam kehidupan masyarakat yang bertradisi bercocok tanam. Kemudian, aspek religius tercermin dari rasa terima kasih kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh.

Terakhir, aspek kehidupan kekeluargaan, solidaritas, dan persatuan tampak pada kekeluargaan yang dijunjung antarkeluarga terdekat dalam rumah masing-masing tiap tahunnya.

Itulah fakta menarik Naik Dango.

Kontributor : Sekar Jati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini