Belum pulih dari situasi itu, beberapa hari kemudian anak saya dibawa ke TKP, dan anak saya dipaksa dan ditekan-tekan untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan objek perkara, hingga membuat anak saya stres dan menangis di TKP.
Sejak itu anak saya tidak lagi mau bicara, lebih banyak diam dan lebih sering mengurung diri. Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu saya berpikir mungkin begitulah cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan keadilan.
Bpk Presiden yg saya muliakan,
Kami memang bukan orang kaya, tapi kami masih bersyukur bisa cukup makan, bisa sekolahkan anak agar tidak hanya tamat SD seperti saya, dan tidak hanya kerja kuli seperti suami saya.
Baca Juga:Pramono Klaim Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024 Bukan untuk Beri Dukungan ke Ganjar
Dan kami juga tidak harus mengemis bansos agar bisa terus hidup. Tetapi kami manusia yang mempunyai perasaan, kami juga mengerti kewajiban kami sebagai warga negara yang harus tunduk dan patuh terhadap semua aturan hukum yang ada. Kami hanya berharap mendapatkan keadilan atas apa yang menimpa anak saya. Dan ternyata keadilan itu sangat sulit dijangkau oleh orang miskin seperti kami.
Bahkan ketika akhir tahun lalu saya melaporkan perilaku penyidik polwan yang menangani perkara anak saya yang jalannya terseok-seok ke Propam Polda Kalbar, baru tanggal 22 Mei 2023 saya mendapat surat jawaban dari Propam Polda Kalbar yang menyatakan bahwa polwan tersebut tidak terbukti melakukan pelanggaran padahal sangat jelas telah melanggar UU No. 11 Tahun 2012 psl 23(2) yang mewajibkan anak korban dan saksi didampingi orangtua dalam setiap tingkatan pemeriksaan.
Jadi apa yang menjadi jargon Propam “benteng terakhir pencari keadilan” membuat saya semakin ragu bisa mendapatkan keadilan setelah sebelumnya anggota paminal memeriksa saya seperti pelaku kejahatan. Saya diperiksa lebih dari enam jam, diintimidasi, seolah saya sengaja mau membuat fitnah pada anggota polisi.
Kami ini orang miskin Bpk Presiden.
Tak sedikit pun punya niat untuk memfitnah siapa pun apalagi anggota polisi. Saya hanya memperjuangkan keadilan untuk anak saya. Dan sekarang saya baru menyadari bahwa polwan yang memeriksa dan mem BAP anak saya saat itu, mungkin adalah perempuan siluman yang menyamar menjadi anggota polisi di Unit PPA….
Baca Juga:Mengenal Pohon Hayat yang Terpilih Jadi Logo Resmi IKN, Ini Maknanya
Bpk Presiden yang kami cintai,
Ke manakah lagi saya harus mencari keadilan jika polisi sedari awal sudah mengkondisikan perkara anak saya untuk jauh dari keadilan dengan tidak melampirkan hasil Visum Et Repertum di berkas perkara.
Sejujurnya hati ini sangat terluka, yang minta visum adalah polisi, yang antar visum juga polisi, di Rumah Sakit polisi, yang periksa dokter polisi, yang ambil hasilnya juga polisi.
Yang memberitahu saya ada luka baru di kemaluan anak saya juga polwan yang memeriksa anak saya. Apakah mungkin polwan yang saya hadapi juga perempuan jadi-jadian yang menyamar jadi polisi..? Hanya Tuhanlah yang Maha Mengetahui.
Lalu sekarang Jaksa yang seharusnya mewakili negara untuk melindungi dan membela kepentingan hukum anak saya justru sengaja menghilangkan bukti visum di berkas perkara anak saya demi membebaskan pelaku yang telah menghancurkan masa depan anak saya. Sungguh kezaliman luar biasa Bpk Presiden.
Apakah karena kami miskin sehingga kami tidak perlu mendapatkan keadilan..?