Ini Loh Asal Usul Bacang, Makanan Tradisional Masyarakat Tionghoa yang Punya Makna Cinta Negara

Qu Yuan dikenal karena kesetiaannya dan sering menulis puisi yang mengkritik pemerintahan yang korup.

Denada S Putri
Senin, 10 Juni 2024 | 16:30 WIB
Ini Loh Asal Usul Bacang, Makanan Tradisional Masyarakat Tionghoa yang Punya Makna Cinta Negara
Ilustrasi makanan Bakcang atau Bacang. [Ist]

SuaraKalbar.id - Tepat pada hari ini, masyarakat Tionghoa merayakan Hari Bacang 2575/2024. Bacang atau Bakcang, makanan tradisional Tionghoa yang kerap disajikan dalam perayaan Festival Duanwu, merupakan makanan yang terdiri dari nasi ketan yang dibungkus daun bambu ini bukan hanya dikenal karena kelezatannya, tetapi juga karena sejarah dan makna budaya.

Festival Duanwu, atau yang lebih dikenal dengan nama Festival Perahu Naga, diperingati setiap tanggal 5 bulan ke-5 dalam kalender Tionghoa. Festival ini merayakan legenda Qu Yuan, seorang penyair dan pejabat setia dari Negara Chu pada periode Negara Berperang (475-221 SM).

Mengutip dari berbagai sumber, Qu Yuan dikenal karena kesetiaannya dan sering menulis puisi yang mengkritik pemerintahan yang korup.

Setelah diasingkan dan menyaksikan negaranya jatuh ke tangan musuh, Qu Yuan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Sungai Miluo.

Baca Juga:Sate Kuah Khas Pontianak Hadir di Ibu Kota, Cerita Bang Anek Belasan Tahun Jualan di Sunter dan Jakarta Pusat

Masyarakat setempat, yang sangat menghormati Qu Yuan, berusaha menyelamatkannya dengan berperahu di sungai. Ketika mereka gagal menemukan tubuhnya, mereka melemparkan nasi yang dibungkus daun bambu ke sungai untuk mencegah ikan memakan tubuh Qu Yuan. Dari sinilah asal mula bakcang, yang kemudian menjadi makanan simbolis dalam peringatan tersebut.

Selama Festival Duanwu, bakcang menjadi sajian utama yang dinikmati bersama keluarga. Tradisi ini tidak hanya memperingati kematian Qu Yuan tetapi juga merayakan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan.

Dalam berbagai variasinya, bakcang dapat ditemukan di seluruh Tiongkok dan di berbagai negara Asia, termasuk Indonesia.

Di wilayah selatan Tiongkok, bakcang cenderung manis dengan isian kacang merah atau pasta lotus. Sementara di wilayah utara, bakcang lebih sering berisi daging babi, jamur, dan telur asin yang bercita rasa gurih.

Di Indonesia, bakcang mengalami adaptasi sesuai dengan selera lokal, sering menggunakan daging ayam atau bahan lainnya yang sesuai dengan kearifan lokal.

Baca Juga:Meningkatkan Gizi dan Turunkan Stunting Melalui Makanan Tradisional

Makna simbolis bakcang juga memiliki sejumlah nilai. Nasi ketan yang lengket melambangkan kebersamaan dan persatuan keluarga, sedangkan daun bambu yang digunakan untuk membungkus mencerminkan ketahanan dan kesederhanaan.

Proses pembuatan bakcang, yang melibatkan kerjasama dan ketelitian, juga mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong.

Dalam setiap gigitan bakcang, tersimpan cerita dan nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Makanan ini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya Tionghoa tetapi juga pengingat akan pentingnya menghargai sejarah dan tradisi.

Kontributor : Maria

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini