Mengungkap Sejarah Suku Dayak, Dari Rumah Panjang Hingga Mitos Panglima Burung

Dayak, suku asli Kalimantan, kaya akan subetnis, adat, & bahasa. Rumah panjang simbol kebersamaan. Tradisi lisan, mitos, & kepercayaan mistis dihormati.

Bella
Jum'at, 16 Mei 2025 | 10:32 WIB
Mengungkap Sejarah Suku Dayak, Dari Rumah Panjang Hingga Mitos Panglima Burung
Ilustrasi suku dayak (ChatGPT)

SuaraKalbar.id - Suku Dayak adalah penduduk asli Pulau Kalimantan yang telah mendiami wilayah ini sejak ribuan tahun lalu.

Di Kalimantan Barat (Kalbar), mereka tersebar di berbagai daerah, dari pedalaman, pegunungan, hingga pesisir.

Masyarakat Dayak terdiri dari banyak subetnis seperti Iban, Kanayatn, Taman, dan Kendayan, yang masing-masing memiliki adat dan bahasa sendiri.

Asal Usul dan Jejak Sejarah

Bukti arkeologis dan catatan kolonial menunjukkan bahwa masyarakat Dayak telah tinggal di wilayah hulu sungai Kapuas, Melawi, dan sekitarnya sejak masa prasejarah.

Baca Juga:Kalbar Gebrak Pasar Malaysia! Siap Ekspor 1.000 Ton Beras Premium Tahun Ini

Ilustrasi masyarakat suku Dayak sedang gotong royong menanam padi (Istimewa)
Ilustrasi masyarakat suku Dayak sedang gotong royong menanam padi (Istimewa)

Mereka hidup dari bertani, berburu, meramu, dan menangkap ikan. Catatan Belanda abad ke-19 menggambarkan masyarakat Dayak memiliki struktur sosial dan hukum adat yang terorganisir.

Istilah "Dayak" awalnya digunakan untuk menyebut kelompok masyarakat pedalaman Kalimantan yang tidak menganut agama besar pada masa itu.

Seiring waktu, istilah ini menjadi identitas kolektif bagi berbagai suku asli Kalimantan, meskipun terdapat perbedaan bahasa, budaya, dan wilayah.

Tradisi dan Sistem Sosial

Rumah panjang atau rumah betang menjadi simbol penting dalam kehidupan Dayak.

Rumah ini dihuni oleh beberapa keluarga besar dan mencerminkan nilai kebersamaan serta gotong royong yang kuat.

Baca Juga:Lebih dari Sekadar Ibadah, Begini Masyarakat Kalbar Rayakan Keberkahan Haji dengan Tradisi Lokal

Kehidupan bersama di rumah panjang juga menjadi pusat kegiatan adat, musyawarah, hingga upacara keagamaan.

Sebagian masyarakat Dayak masih menganut kepercayaan asli bernama Kaharingan, yang menghormati alam, roh leluhur, dan kekuatan gaib.

Meskipun banyak yang kini memeluk Kristen atau Islam, unsur Kaharingan tetap terlihat dalam berbagai upacara seperti Naik Dango (syukuran panen), Tiwa (ritual kematian), dan Gawai Dayak (perayaan budaya).

Dalam kesenian, suku Dayak dikenal dengan ukiran khas, tato sakral, anyaman rotan, serta tarian-tarian tradisional seperti Tari Mandau dan Tari Kancet.

Seni ini bukan sekadar hiburan, tapi sarat nilai spiritual dan simbolik.

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Modernisasi membawa tantangan bagi kelangsungan budaya Dayak. Banyak generasi muda meninggalkan bahasa ibu dan tradisi lokal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini