- Total kerugian keuangan negaranya itu Rp1,35 triliun
- Kerugian tersebut ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
- Penyidik telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini
SuaraKalbar.id - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat merugikan negara sebesar Rp1,35 triliun.
"Total kerugian keuangan negaranya itu Rp1,35 triliun dengan kurs sekarang," kata Kepala Kortastipidkor Polri Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin 6 Oktober 2025.
Cahyono mengatakan jumlah kerugian itu merupakan total loss (kerugian total) dengan rincian 62.410.523,20 dolar AS atau setara Rp1,03 triliun dan Rp323.199.898.518.
Adapun kerugian tersebut didasarkan dari jumlah uang yang telah dikeluarkan perusahaan listrik milik negara kepada pihak swasta, yaitu KSO BRN, untuk proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas output 2x50 megawatt (MW) yang tidak diselesaikan.
Baca Juga:Bank Kalbar Tegaskan Rekening Nasabah Tetap Aman Terkait Pemblokiran Rekening Dormant oleh PPATK
"Untuk kontraknya sendiri ini sebenarnya EPCC, yaitu Engineering Procurement Construction Commissioning. Artinya, yang dihasilkan adalah output-nya. Karena output-nya tidak berhasil maka dalam konteks kerugian keuangan negara ini adalah total loss," katanya.
Kerugian tersebut ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 22 Juli 2025.
Sementara itu, Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigadir Jenderal Polisi Totok Suharyanto mengungkapkan bahwa penyidik telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini.
Yaitu FM selaku mantan direktur perusahaan listrik milik negara, adik Jusuf Kalla inisial HK selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Direktur Utama PT BRN, dan HYL selaku Direktur Utama PT Praba Indopersada.
Dia memaparkan bahwa dalam kasus ini, perusahaan listrik milik negara pada tahun 2008 mengadakan lelang untuk pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalbar.
Baca Juga:Wagub Kalbar Tolak Kebijakan PPATK Blokir Rekening Dormant: Itu Melawan Hak Asasi Manusia
Namun, sebelum pelaksanaan, terjadi pemufakatan untuk memenangkan PT BRN.
Dalam pelaksanaan lelang, KSO BRN-Alton-OJSC juga telah diatur agar diloloskan dan dimenangkan meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
"Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," ucap Totok.
Kemudian, pada tahun 2009, sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan pembangunan kepada PT Praba Indopersada, termasuk penguasaan rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan kepada PT BRN.
Selanjutnya, tersangka HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.
"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar," ungkap Totok.