Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 07 Desember 2021 | 14:21 WIB
Ketua Komisi IV DPRD Kalbar, Subhan Nur. [Dok.Insidepontianak.com]

SuaraKalbar.id - Anggota DPRD menilai pemerintahan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji, amburadul. Pasalnya, Kemendagri telah berulang kali menyoal lambannya serapan anggaran di Pemprov Kalbar.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Kalbar, Subhan Nur. “Teguran ini kalau dinilai dari aspek koordinasi antar-OPD memang amburadul,” kata Subhan Nur, dikutip dari Insidepontianak.com - jaringan Suara.com, Selasa (7/12/2021).

Menurut Subhan, OPD di lingkungan Pemprov Kalbar tidak sejalan dengan GubernurSutarmidji yang dianggap tidak mampu melakukan pengelolaan keuangan daerah dengan baik.

Persoalan itu merupakan imbas dari bongkar pasang struktur pejabat OPD yang kerap dilakukan. Bahkan, tercatat beberapa pejabat eselon dua buru-buru diganti, padahal belum setahun menjabat.

Baca Juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Pemprov Kalbar Diminta Jaga Stabilitas Harga Sembako

Bongkar pasang pejabat OPD itu, diklaim untuk percepatan kinerja. Namun, nyatanya malah memperlambat penyerapan kinerja yang berdampak pada eksekusi anggaran jadi lamban.

“Sehingga terjadi SiLPA besar besaran. Masyarakat yang akhirnya dirugikan. Karena dana untuk pembangunan jadi SiLPA,” kata Subhan.

Di sisi lain, Gubernur Sutarmidji dinilai melakukan pergantian OPD tidak dengan profesional. Sebab, dinas bermasalah seperti Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) tak diganti. Padahal, menurut Legislator Partai Nasdem ini, Dinas tersebutlah yang bermasalah. Banyak proyek yang gagal dilaksanakan.

“ODP yang bagus kerjanya diganti. Perkim tak diganti. Walaupun itu kewenangan Gubernur, kita sebagai legislatif menilai, buktinya teguran Mendagri,” tegasnya.

Subhan mengigatkan, visi dan misi Gubernur Sutarmidji yang berjanji mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik harus dijalankan. Sebab, hingga tahun ketiga, dia belum melihat visi misi itu berjalan optimal. Bahkan, selama kemepimpinan Gubernur Sutarmidji, serapan anggaran buruk. seringkali mendapat teguran langsung dari Mendagri. Termasuk hari ini.

Baca Juga: Sutarmidji Tak Dilirik, Golkar Usung Maman Abdurrahman di Pilkada 2024

Dia mencontohkan, bantuan keungan yang baru di-SK-kan Gubernur pada November 2021. Kebijakan ini pun dinilai tak bisa dilaksanakan.

“SK keluar November. Belum proses. Sementara Desember harus selsai. Bagaimana OPD di daerah mau menindak lanjuti ini,” paparnya.

Akhirnya, yang terjadi, Kabupaten dan Kota tidak bisa melaksanakan serapan anggaran maksimal. Akibatnya, terjadi SiLPA besar-besaran. Bahkan, mencapai ratusan miliar. Dalam kondisi ini, masyarakatlah yang dirugikan. Sebab pembangunan tidak berjalan.

Subhan mengigatkan Gubernur Sutarmidji untuk fokus melaksanakan visi dan misinya. Jangan lagi terlalu banyak mencampuri urusan yang bisa diurus kepala dinas. Misalnya, tanda tangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Jangan lagi Gubernu yang urusi pekerjaan sepele ini.

“SPPD-pun Gubernur harus tanda tangan. Urusan ini sebenarnya, cukup kepala dinas saja, tak perlu Gubernur,” pungkasnya.

Ditegur Mendagri

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian kembali menegur Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat lantaran serapan Anggaran APBD rendah. Kalbar salah satu dari 11 Provinsi yang ditegur karena realisasi belanjanya di bawah 70 persen. Serapan anggaran rendah ini bukan kali pertama dialami Pemerintahan Sutarmidji.

“Diwaktu yang tinggal satu bulan ini, seluruh Pemda bisa memaksimalkan capaian target belanja yang sudah ditetapkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021,” kata Tito Karnavian dilansir dari Tempo.co, Selasa, 30 November 2021.

Tito mengatakan, ada sejumlah provinsi yang realisasi belanjanya di bawah 70 persen.

Di antaranya, Provinsi Papua, Sulawesi Barat, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Utara, Aceh, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara.

Sedangkan kabupaten dengan realisasi belanja terendah di bawah 50 persen yakni, Kabupaten Yalimo, Mamberamo Raya, Mahakam Ulu, Pegunungan Arfak, Raja Ampat, Kupang, Muna, dan Takalar. Kemudian kota dengan realisasi belanja di bawah 50 persen yakni, Kota Ambon, Balikpapan, Tanjung Balai, Banda Aceh, Bandar Lampung, Sorong, Bandung, Kota Banjar, dan beberapa kota lainnya.

Tito mengingatkan agar pemerintah daerah mempercepat realisasi belanja yang masih tersisa. Ia menilai, percepatan realisasi belanja APBD merupakan salah satu arahan Presiden Jokowi guna mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Load More