SuaraKalbar.id - Saat Neka (40) bangun dari tidurnya yang lelap, matahari masih merayakan pertemuan dengan malam, sementara kokok ayam menjadi alarm alaminya. Dalam keheningan rumah karena suami dan anak laki-lakinya masih tertidur lelap, Neka sibuk mempersiapkan diri untuk menyertai suaminya mencari ikan di laut.
Sejak subuh, aktivitasnya dominan berada di dapur. Mulai dari memasak nasi, menggoreng ikan, hingga meracik sambal cabe hijau, semuanya disiapkan dengan teliti. Tidak lupa, kopi siap seduh yang menjadi menu wajib turut menjadi bagian tak terpisahkan dari bekal mereka saat berlayar.
“Kalau kita nggak sarapan nasi, (sarapannya) cukup kopi,”ujarnya sambil memasukkan nasi ke dalam rantang, menggambarkan kebiasaan mereka di rumah di Pulau Cempedak, pada bulan November 2023 lalu.
Sekitar pukul 05.30 WIB, Salmin, suami Neka bangun bersama seorang anaknya yang masih berusia balita. Segelas kopi ditemani rokok bagi Salmin cukup untuk mengawali hari sebelum berangkat ke laut. Setelah itu, ia bergegas ke perahu mesin miliknya di dermaga kayu yang tak jauh dari rumahnya. Perahu mesin yang kerap disebut oleh masyarakat sekitar dengan nama lepeh itu diisi dengan solar.
Pagi itu, Neka memang hanya menyiapkan bekal makanan yang dibutuhkan untuk mencari ikan di perairan selatan Kalbar itu. Namun, jauh sebelum itu, ia telah membuat jaring pukat yang digunakan untuk menangkap ikan. Sebagaimana perempuan nelayan lain di Pulau Cempedak, membuat pukat merupakan rutinitas harian mereka.
Daerah tangkapan yang menjadi tujuan keluarga Salmin pada hari itu adalah Pulau Gelam. Jaraknya sekitar 15 mil arah selatan dari Pulau Cempedak. Butuh waktu sekitar dua jam perjalanan menggunakan lepeh untuk bisa sampai ke pulau tersebut.
Perairan di sekitar Pulau Gelam menjadi pilihan para nelayan di Kecamatan Kendawangan mencari ikan lantaran mudah didapat. Berbagai macam hasil tangkapan nelayan didapat di perairan sekitar Pulau Gelam, sebut saja lobster, rajungan atau renjong, ikan baronang, ikan bawal, dan lain sebagainya. Para nelayan mengaku, ikan di perairan tersebut lebih banyak bila dibandingkan perairan lainnya di daerah Kendawangan.
Namun, pulau kecil tersebut kini terancam aktivitas tambang pasir kuarsa atau silika. Adalah PT. Sigma Silica Jayaraya yang mendapatkan izin eksplorasi dengan jenis komoditi pasir kuarsa di pulau tersebut. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 93.K/MB.01/MEM.B/2022, dengan luas konsesi 839,00 Ha, dengan target 1.808.625 ton/tahun. Aktivitas eksplorasi ini diketahui sudah berlangsung sejak satu tahun yang lalu.
Selain PT. Sigma Silica Jayaraya, ada juga perusahaan PT. Inti Tama Mineral (ITM) yang mendapat izin konsesi di pulau tersebut sebesar 1.163,00 Ha, berdasarkan SK : 887/MB.03/DJB/ WIUP/2022, dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).
Neka sering menemani suaminya pergi melaut. Mencari ikan di Pulau Gelam tak selalu dilakukan. Sebab, jaraknya cukup jauh serta tidak memungkinkan untuk balik hari karena akan memakan ongkos yang besar. Kalau mencari ikan di sana, paling tidak membutuhkan waktu 4-6 hari, menetap di sana agar hasil tangkapan maksimal.
Baca Juga: Pulau Gelam Ditambang, Penyu Ikut Terancam Menghilang
Perairan di sekitar pulau dengan luas 28 kilometer persegi itu masuk dalam kawasan konservasi perairan daerah berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 91/KEPMEN-KP/2020 tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kendawangan dan perairan sekitarnya.
Pendapatan yang dihasilkan dari mencari ikan di Pulau Gelam dengan menghabiskan waktu selama rata-rata hampir satu pekan tersebut bagi Neka cukup besar. Keuntungan kotor bisa mencapai Rp3 juta, bahkan bisa mencapai Rp5 juta bila sedang musim renjong berkembang biak. Adapun ongkos yang mesti dikeluarkan selama melaut di sana lebih dari Rp1,2 juta yang meliputi bensin, rokok, es batu, dan bahan makanan.
“Kalau ke Pulau Gelam, bawa beras dan kompor gas di bawa. Untuk lauknya nanti dari hasil tangkapan, mana yang ditangkap itu yang dimakan,” jelasnya.
Pulau Gelam memang tak lagi jadi tempat tinggal tetap warga. Namun, sejumlah nelayan memilih membangun pondok-pondok kecil untuk tempat bertahan selama beberapa hari di sana.
Seperti yang dilakukan Marai (43), nelayan perempuan dari Pulau Cempedak, Desa Kendawangan Kiri, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang. Marai bersama bapaknya, Hajrad (75), beserta ibunya yang bernama Etek (70) tinggal di sebuah pondok kecil di Pulau Gelam. Sudah sekitar satu bulan keluarga Hajrad menetap di sana. Mereka tinggal di sebuah pondok kayu beratap daun kelapa. Beberapa pondok juga berdiri di tempat tersebut.
Ketika kami berkunjung ke pondok Hajrad November 2023 yang lalu, tampak Marai yang duduk di selasar pondok tengah membersihkan puluhan renjong. Menurut Marai, renjong-renjong tersebut adalah hasil tangkapan pada hari sebelumnya dan telah direbus.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
Terkini
-
Imbauan BMKG Kalbar: Waspada Cuaca Ekstrem Akhir Desember 2025
-
UMK Pontianak 2026 Naik Rp 180 Ribu, Jadi Rp 3,2 Juta
-
Jukir Liar di Kawasan Parkir Gratis PSP Diamankan
-
UMK Kubu Raya 2026 Diusulkan Naik 7,7 Persen Jadi Rp3.100.000
-
Ini yang Dilakukan Bandara Supadio Pontianak untuk Antisipasi Lonjakan Penumpang di Nataru