Menurut Ahmad Sofian, penulis buku Meriam Karbit, Menjaga Tradisi, Memberi Identitas, permainan ini menjadi simbol peradaban masyarakat tepian Sungai Kapuas dan identitas budaya yang unik, yang hanya ditemukan di kampung-kampung tua di Pontianak.
Awalnya, meriam dibuat dari bambu, tetapi seiring perkembangan zaman, bahan berubah menjadi kayu balok berdiameter 50-70 cm dan panjang 5-7 meter.
Proses pembuatannya melibatkan gotong royong, mulai dari melubangi kayu, melilitnya dengan rotan, hingga mengisinya dengan karbit yang dicampur air untuk menghasilkan gas asetilen—bahan yang memicu dentuman keras saat disulut api.
Tantangan dan Harapan Pelestarian
Andri menekankan bahwa meskipun tradisi ini sarat nilai budaya, tantangan pelestarian semakin nyata.
Selain kelangkaan kayu, biaya produksi meriam yang mencapai jutaan rupiah per unit menjadi beban tersendiri bagi komunitas.
“Kami sangat bergantung pada donatur dan gotong royong warga. Kalau ada subsidi karbit dan bantuan balok dari pemerintah, beban ini bisa berkurang,” ungkapnya.
Keamanan juga menjadi perhatian utama dalam pembuatan dan penggunaan meriam karbit. Andri menegaskan bahwa kelompoknya selalu mengutamakan prosedur keselamatan.
“Kami sangat berhati-hati, mulai dari takaran karbit hingga penyulutan. Kami tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan,” katanya.
Meski berisiko, ia yakin tradisi ini bisa terus lestari jika didukung dengan regulasi dan bantuan yang tepat.
Baca Juga: 3 Eks Pejabat Bank Kalbar Jadi Buronan Kejati dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tanah
Lebih jauh, Andri berharap pemerintah tidak hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga menjadikan meriam karbit sebagai agenda tetap pariwisata.
“Kami ingin anak-anak muda mengenal dan belajar membuat meriam dengan cara yang aman. Ini bukan cuma tradisi, tapi juga warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang,” tutupnya.
Eksibisi meriam karbit yang rutin digelar setiap malam takbiran di sepanjang Sungai Kapuas selalu menarik perhatian wisatawan.
Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, tradisi ini diharapkan tetap hidup, menjadi magnet budaya yang memperkuat identitas Pontianak.
Berita Terkait
-
3 Eks Pejabat Bank Kalbar Jadi Buronan Kejati dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tanah
-
Dompet Dhuafa hingga BAZNAS Kini Hadir di BRImo, Berzakat & Sedekah Makin Mudah
-
Dari Nol Hingga Khatam: Perjuangan Mualaf Pontianak Belajar Al-Quran di Bulan Ramadhan
-
Kapal Tanker Pertamina Kencing di Pontianak: Skandal BBM Bersubsidi Kembali Gegerkan Pertamina!
-
Tugu Khatulistiwa Pontianak Muncul di Promosi Squid Game Season 3
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
-
Toyota Investasi Bioetanol Rp 2,5 T di Lampung, Bahlil: Semakin Banyak, Semakin Bagus!
Terkini
-
Selaras dengan Asta Cita, BRI Perkuat Ekonomi Desa Melalui Program Desa BRILiaN
-
Konsistensi BRI Salurkan BLTS, KUR, dan Dukung Program MBG hingga FLPP Wujudkan Kesejahteraan Rakyat
-
VinFast: Ketika Kendaraan Listrik Bersenyawa dengan Kehidupan, Membangun Masa Depan Berkelanjutan
-
BRI Pertimbangkan Buyback untuk Perkuat Nilai dan Kinerja Berkelanjutan
-
BRI Dorong Ekonomi Hijau Lewat Pameran Tanaman Hias Internasional FLOII Expo 2025