SuaraKalbar.id - Banjir Kalsel digugat ke pengadilan, namun ini baru rencana dari Young Lawyer Commite (YLC), DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Banjarmasin. Gugatan ini sama halnya yang menimpa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Bedanya dalam gugatan ini, tergugatnya adalah Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. Rencana gugatan itu dikatakan Ketua YLC, Muhammad Pazri.
Dia mengatakan saat ini pihaknya telah menjalin komunikasi dengan rekan lainnya untuk melakukan langkah hukum tersebut. Dasar mengajukan class action karena tidak adanya peringatan dini yang dikeluarkan Pemprov Kalsel terkait ancaman banjir.
“Ini bagian dari wujud keteledoran yang dilakukan baik oleh pemerintah. Sehingga tata cara dalam penanganan bencana tidak dijalankan di awal, begitu juga edukasi tidak dilakukan,” terangnya.
Baca Juga:Usai Banjir di Banjarmasin, Sampah Bertambah Sekitar 25 Ton Per Hari
Menurut Pazri, class action bukan ditujukan pada personal Gubernur Sahbirin Noor, melainkan selaku kepala daerah.
![Foto udara kondisi sebuah desa yang luluh lantak akibat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Minggu (24/1/2021). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/01/25/24897-kalsel.jpg)
“Tujuannya agar masyarakat memahami bahwa harus ada yang bertanggung jawab terhadap kerugian besar yang dialami,” ungkapnya.
Saat ini masih melakukan koordinasi. Termasuk nanti akan membuat posko aduan untuk menerima delegasi gugatan warga.
Secara teknis, hal tersebut akan disiapkan menyusul situasi tanggap darurat bencana yang saat ini dilakukan.
Meluasnya dampak banjir Kalsel yang merambah di berbagai sektor menyebabkan puluhan ribu warga menderita. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mencatat bahwa bencana ini menyebabkan kerugian sekitar Rp 1,349 triliun yang meliputi berbagai sektor.
Baca Juga:Banjir Kalsel, Kota Barabai Terendam Banjir karena Sampah Tersumbat
![Warga melihat kondisi sebuah mobil yang rusak akibat banjir bandang di Desa Datar Ajab, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Minggu (24/1/2021). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/01/25/73947-kalsel.jpg)
Terkait hal tersebut, Pemprov Kalsel bisa digugat melalui jalur class action jika ditemukan adanya kewajiban hukum yang tidak dijalankan dalam penanganan bencana.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, masyarakat mempunyai hak menggugat pemerintah.
Terkait kebencanaan dan lingkungan hidup, masyarakat bisa bersandar pada UU HAM, UU Lingkungan Hidup, KUH Perdata, dan UU Administrasi Pemerintah.
“Dalam hukum sekarang berkembang mekanisme gugatan class action misalnya, warga bisa menggugat melalui perwakilan kelompok, atau bisa melalui citizen law suit,” ujar Isnur, beberapa waktu lalu.
![Foto udara kondisi sebuah desa yang luluh lantak akibat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Minggu (24/1/2021). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/01/25/98060-kalsel.jpg)
Gugatan class action di Indonesia ada pada sejumlah undang-undang. Semisal UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen hingga UU Kehutanan yang terbit 1999.
Mahkamah Agung mengatur konsep class action melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 (PERMA 1/2002). Pasal 1 PERMA 1/2002 mendefinisikan gugatan class action sebagai suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
- 1
- 2