SuaraKalbar.id - Kasus yang menyeret seorang pria bernama Jumardi belakangan menjadi perbincangan. Jumardi dibuai atas dugaan menjual satwa dilindungi, burung bayan.
Sejumlah pihak menuntut agar Jumardi dibebaskan, sebab pria asal Sambas, Kalimantan Barat itu disebut tak tahu kalau yang dijualnya adalah satwa dilindungi.
Jumardi bersama kuasa hukumnya mengajukan praperadilan dengan termohon Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Jumat (12/3/2021).
"Banyak alasan permohonan praperadilan ini. Kami mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Pontanak mengabulkan permohonan ini," ungkap Andel, Ketua Tim Kuasa Hukum Jumardi kepada pewarta., Jumat pagi.
Baca Juga:Transaksi Satwa Dilindungi Kerap Dilakukan Lewat Media Sosial Facebook
"Hari ini kami mengajukan permohonan praperadilan melawan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat sebagai termohon praperadilan. Karena, penangkapan dan penahanan Jumardi tidak sah," tegas Andel.
Andel mengungkapkan, Jumardi telah menyampaikan keadaan hidupnya yang menjadi orang miskin. Sudah tidak tahu aturan dan tiada pekerjaan, ia menganggur pula.
"Dia ini, maksud hati mau mencari uang demi sesuap nasi untuk menghidupi istri dan tiga orang anak yang masih kecil. Kemudian berniat mau menjual burung bayan, lalu dia ditangkap dan ditahan," ujar Andel.
Masih diceritakan Andel, dari dalam ruangan jeruji besi Jumardi sempat meneteskan air mata merenungkan nasib menjadi orang miskin serta bertanya dalam hati. Jumardi selalu berpikiran, apakah istri dan ketiga anaknya yang masih kecil itu sudah makan, ataukah sedang kelaparan.
"Dari manakah istri yang tidak punya pekerja mendapat uang untuk membeli beras? Maka saya dan rekan tergugah untuk membantu klien ini yang sungguh malang nasibnya," kata Andel.
Baca Juga:Pedagang Satwa Dilindungi di Bekasi Raup Omzet hingga Rp 50 Juta
Menurut Andel, Jumardi diibaratkan seperti pepatah sudah jatuh ditimpa tangga. Maka dari itu, pemohon praperadilan memberi judul praperadilan ini adalah tangisan ayah demi membeli beras.
Ditangkap
Dijelaskan Andel, Jumardi ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Kalbar pada 11 Februari 2021. Jumardi ditangkap atas dugaan telah melakukan tindak pidana menangkap dan menjual sepuluh burung Bayan di media sosial.
Oleh karena itu, dia ditangkap karena diduga melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Jumardi merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan secara paksa atau dideportasi dari salah satu perusahan kelapa sawit di Malaysia. Alasannya, karena pandemi Covid-19 yang masih melanda di Jiran.
"Hampir setahun, Jumardi di kampungnya, tidak ada pekerjaan sama sekali," bebernya.
Sejak itulah, ketiga anaknya sering menangis kelaparan karena Jumardi tidak ada uang untuk membeli beras. Jumardi sebagai tulang punggung keluarga pun harus memutar otak demi bisa makan bersama keluarganya di gubuk yang ditinggali.
Di rumah yang beratapkan daun nipah ini, tinggal Jumardi bersama istri dengan anak pertama berumur 9 tahun, anak kedua berumur 3 tahun dan anak yang ketiga berumur 4 bulan sering sakit-sakitan. Serta dua mertua yang laki-laki berusia 70 tahun dan perempuan berusia 65 tahun.
"Mereka tinggal di gubuk derita, beratapkan daun nipah, dengan dinding kayu yang sudah rapuh serta bolong-bolong dan tinggal menungu waktu akan roboh, jika diterpa angin dan hujan. Karena keadaan yang tidak memiliki pekerjaan serta merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga, maka dia memilih pekerjaan menangkap burung," jelas Andel dengan mata berkaca.
Jual Burung Bayan di FB
Kemudian pada awal Februari 2021, Jumardi menangkap burung menggunakan perangkap dari getah. Hasilnya, mendapatkan 10 ekor burung bayan. Lalu ia berniat menjual burung bayan tersebut seharga Rp.70.000 per ekor. Dengan cara menawarkan melalui facebook.
"Niat dari hasil penjualan tersebut akan dipergunakan untuk berobat karena anak yang kecil sakit-sakitan, serta untuk membeli beras dan susu untuk anak yang masih kecil," jelas Andel.
Lalu, pada 10 Februari 2021, Jumardi mendapat informasi dari salah satu orang yang tidak dikenal melalui facebook. Orang tersebut berniat membeli 10 ekor burung bayan dengan harga Rp.750.000.
Calon pembeli, melalui facebook meminta supaya burung tersebut dibawa pada 11 Februari 2021 dan meminta bertemu di Tugu Limau Tebas pada pukul 12.30 Wib. Dari kampung Jumardi ke Tugu Limau Tebas kurang lebih satu jam setengah perjalanan.
Ia harus melewati jalan setapak, berlubang-lubang, yang masih semak-semak, serta berdebu dan harus menyeberangi sungai karena tidak ada jembatan. Maka, sepeda motornya dinaikkan di atas sampan dengan biaya Rp4 ribu, dengan jarak tempuh penyeberangan selama kurang lebih 15 menit.
Jumardi berangkat ke Tugu Limau Tebas menggunakan sepeda motor bututnya. Dia membawa 10 ekor burung bayan yang disimpan dalam kotak kardus dengan ukuran kurang lebih 30 sentimeter serta dilubangi supaya tidak mati. Kotak kardus tersebut dibungkus dengan kain hitam.
Kemudian, sekira pukul 12.30 Wib Jumardi sampai di Tugu Limau Tebas dan menunggu orang yang mau membeli burung tersebut. Kurang lebih 15 menit kemudian datanglah tujuh orang yang tidak dikenal.
"Jumardi langsung ditangkap oleh 7 orang itu, lalu dibawa masuk ke dalam mobil. Selanjutnya dibawa menuju Pontianak, kemudian kurang lebih pukul 22.00 Wib dia sampai di Pontianak dan dibawa masuk ke dalam ruangan dengan ukuran kurang lebih 2 meter kali 3 meter selama 5 jam," beber Andel.
Jumardi diperiksa sebagai tersangka sampai pukul 03.00 Wib, tanpa didampingi penasihat hukum serta tidak dibolehkan menghubungi keluarga.
Setelah itu pemeriksaan terhadap Jumardi dilanjutkan pada keesokan harinya 12 Februari 2021 dari pukul 08.00 Wib sampai jam 10.00 Wib.
"Tanpa didampingi penasihat hukum, selanjutnya kurang lebih jam 15.00 Wib, Jumardi disuruh menandatangani surat perintah penangkapan dan penahanan," kata Andel.
Atas dugaan telah melakukan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya berupa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
"Atas ketidaktahuannya, Jumardi menandatangani surat tersebut. Setelah itu kurang lebih jam 16.00 Wib dia dibawa dan ditahan di rumah tahanan negara Polda Kalimantan Barat," ujar Andel.
Penangkapan Jumardi Dinilai Tak Tepat
Andel menyebutkan, bahwa penangkapan ini tidak sah. Karena, jika peristiwa tindak pidana itu dianggap melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990, maka peraturan itu merupakan tindak pidana khusus dan secara hukum yang berwenang melakukan penangkapan terhadap Jumardi adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan.
"Mengenai kesalahan prosedur penangkapan secara jelas karena termohon praperadilan secara nyata telah mengambil alih fungsi tugas kewenangan dari PPNS dari Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Hal ini dapat dilihat dari nama-nama petugas yang tercantum dalam Surat Perintah Penangkapan," kata Andel.
Semestinya, lanjut Andel, dalam penanganan terhadap peristiwa hukum tersebut, penyidik termohon praperadilan hanya melakukan tugas sebagai koordinasi dan pengawasan, dan bukan berperan sebagai petugas yang berwenang melakukan penangkapan.
"Oleh karena penangkapan bukan dilakukan PPNS dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan, maka proses penangkapan yang dilakukan termohon praperadilan telah bertentangan dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," jelasnya.
Penyidik, kata Andel, mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut.
“PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana sesuai undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri," terangnya.
Dalam persidangan pertama ini, turut didampingi Penanggung Jawab Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak & Justice, Peace and Integrty Of Creation (FRKP & JPIC Cap), Bruder Stephanus Paiman, OFM Cap.
Stephanus berpendapat, sekarang ekonomi menang lagi morat-marit. Apalagi di kalangan masyarakat akar rumput. Maka, untuk penegakkan hukum bukan berarti untuk membiarkan pelanggaran hukum terjadi.
"Tapi harus bijak dalam penerapan hukum tersebut. Jika soal pembunuhan, narkoba silakan diproses sesuai hukum. Tapi ini hanya soal penangkapan burung bayan yang katanya dilindungi. Apakah aturan ini sudah disosialisasikan kepada semua warga akar rumput? Karena jika ini dilarang, tidak mungkin si Jumardi berani menjual atau menawarkannya via media sosial," katanya.
Ia mencontohkan penjualan telur penyu. Karena dilarang dan masyarakat akar rumput tahu, maka tidak ada yang berani menjual. Termasuk melalui via media sosial.
"Jumardi melakukan penangkapan dan penjualan burung ini hanya karena faktor ekonomi, bukan untuk cari kaya. Untuk beli beras, susu anak dan kebutuhan sembako rumah tangga lainnya. Maka, disinilah peran hati nurani serta kebijaksanaan petugas dalam melaksanakan hukum tersebut," ujarnya.
Bahkan, kata dia, para aparat hukum silakan turun ke lapangan untuk melihat rumah Jumardi yang hampir roboh. "Itu artinya dia melakukan penjualan burung bayan tersebut karena ketidaktahuannya serta untuk makan sehari-hari," kata Stephanus.
Dalam sidang pertama yang dipimpin Hakim Tunggal Deny Ikhwan dan Panitera Sandta Dewi Oktavia ini, termohon praperadilan tidak hadir. Dengam demikian, sidang lanjutan akan dilaksanakan pada Jumat pekan depan, 19 Maret 2021.
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go saat dikonformasi wartawan, pihaknya masih melakukan pengecekkan. "Saya cek dulu ya," singkatnya.
Kontributor : Ocsya Ade CP