Hingga para gerilyawan di Kalimantan Selatan yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV Pertahanan Kalimantan berhasil mendesak kedudukan KNIL, KL, dan Polisi NICA pada 1948.
Sementara itu dikisahkan dalam buku Baboon Sejarah Banjar (2013) yang diterbitkan oleh Pemprov Kalsel, Proklamasi Kalimantan awalnya menggema ketika terjadi pertemuan pejuang di Ambarawa, nama samaran wilayah Telaga Langsat -sekarang wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan- pada 15 Mei 1949.
Atas petunjuk Kepala Markas Pangkalan Rasyidi, para tokoh Tentara ALRI Divisi IV, mereka menempati rumah Dumam yang terletak kira-kira 100 meter dari jalan di anak Kampung Limau Gampang, wilayah Kandangan.
Di tempat itu, permusyawaratan selanjutnya yang diikuti oleh H Aberanie Sulaiman, Budhigawis, P Arya, Gusti Aman, Hasnan Basuki dan Romansi. Perundingan di ‘kota Ambarawa’ ini dikawal ketat oleh pasukan Setia Budi dan Ibnu Hadjar.
Baca Juga:2.241 Narapidana di Kalbar Terima Remisi Lebaran, 9 Orang Langsung Bebas
Dalam setiap peristiwa penting dalam kancah perang gerilya Ibnu Hadjar selalu setia mengawal Hassan Basry. Rapat ini berhasil merumuskan struktur pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
Dalam pertemuan tersebut, Gusti Aman mengusulkan agar pembentukan pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV ini dalam bentuk satu Proklamasi 17 Mei. Penyusunan Teks awalnya ditugaskan kepada Maxim Le Miaty (P Arya-Munir) kemudian disempurnakan lagi bersama.
Agar lebih keras lagi isinya sebagai kalimat penutup, H Aberanie Sulaiman menambahkan kata-kata: ”Dan jika perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan“.
Konsep asli Proklamasi 17 Mei ditulis dengan huruf-huruf balok dengan menggunakan tinta merah dan disimpan Gusti Aman dan hilang ketika Gusti Aman (di kemudian hari) ditahan oleh gerombolan Ibnu Hadjar.
Konsep teks proklamasi ini lantas ditandatangani Pimpinan Umum Hassan Basry, dianggap sebagai lembaran yang asli.
Baca Juga:Lepat Lau Makanan Khas Lebaran di Kalbar, Lezatnya Bikin Nagih!
Dalam rapat di ‘kota Ambarawa’ (Telaga Langsat) sebenarnya tidak hanya memutuskan memproklamasikan Pemerintah Gubernur Tentara guna mengatasi masalah politik, tata pemerintahan dan masyarakat.