SuaraKalbar.id - Bukit Kelam atau Gunung Kelam merupakan sebuah gunung yang berada di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Legenda Bukit kelam yang kini jadi salah satu destinasi wisata.
Bukit Kelam Sintang kaya akan berbagai jenis flora endemik, seperti kantong semar dari spesies Nepenthes clipeata.
Gunung yang membentang dari barat ke timur ini memiliki ketinggian 1.002 mdpl dan sebuah bongkahan batu raksasa atau yang disebut sebagai monolit.
Gunung yang juga disebut sebagai Bukit Raya ini berada di Kecamatan Kelam Permai, Sintang. Secara geografis, gunung ini berada di antara dua sungai besar, yakni Sungai Melawi dan Sungai Kapuas.
Baca Juga:Nasib Ibu-ibu Asal Kalbar Dideportasi dari Malaysia Usai Melahirkan
Seperti layaknya tempat di daerah lain di Indonesia, keberadaan Gunung Kelam tidak dapat dipisahkan dari legenda, seperti halnya Tangkuban Perahu.
Legenda Bukit Kelam
Alkisah, dahulu di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, hidup dua orang pemimpin dari keturunan dewa. Mereka memiliki kesaktian yang tinggi, tetapi memiliki sifat yang berbeda.
Pertama, Sebeji atau Bujang Beji. Pemimpin ini memiliki sifat yang cukup buruk. Ia suka merusak, pendengki, dan serakah. Dia ingin menjadi yang utama, tidak boleh ada yang melebihi kesaktiannya.
Kedua, Temenggung Marubai. Berbeda dengan Bujang Beji, ia memiliki sifat yang baik, seperti suka menolong, berhati mulia, dan rendah hati. Keduanya bermata pencaharian sebagai penangkap ikan, berladang, dan berkebun.
Baca Juga:Potensi Cuan, Harga Sawit di Kalbar Terus Melambung
Bujang Beji pun berkuasa atas Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Namun, rasa iri Bujang Beji pun muncul tatkala mengetahui bahwa sungai di Simpang Kapuas memiliki jenis dan jumlah ikan yang cukup banyak.
Bujang Beji pun tidak mau kalah dan menangkan ikan dengan cara menuba, yakni menangkap ikan secara beramai-ramai. Tujuannya, agar hasil tangkapannya tidak kalah dengan Temenggung Marubai.
Namun, jumlah ikan di sungai tersebut lambat laun menyusut drastis karena ikan kecil dan ikan besar semuanya ikut tertangkap. Ia pun semakin iri dengan Temenggung Marubai.
Ia pun akhirnya membendung Sungai Melawi dengan sebongkah batu yang merupakan puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Ia memikul dengan kesaktian yang dimilikinya. Di tengah jalan, ia mendengar perempuan-perempuan cekikikan menertawakannya.
Rupanya, para perempuan tersebut adalah dewi yang mengawasinya dari kahyangan. Ia pun menengok ke atas. Namun, nahasnya, kakinya menginjak duri beracun.
Karena kesakitan, daun ilalang yang digunakan pun terputus dan batu tersebut terjatuh di sebuah rantau bernama Jetak. Bujang Beji berusaha mengangkat kembali batu tersebut, namun batu tersebut sudah melekat dan tidak bisa diangkat lagi.
Bujang Beji pun menanam pohon kumpang mambu untuk digunakan sebagai jalan menuju Kayangan. Ia ingin melabrak para dewi yang menertawakannya.
Pohon itu pun tumbuh dengan subur dalam beberapa hari dan menjulang tinggi ke angkasa. Bujang Beji pun berencana untuk memanjat dan menuju kayangan. Namun, sebelumnya, ia melakukan ritual Bedarak Begelak, yakni ritual memberi makan seluruh binatang dan roh jahat agar tidak menghalanginya.
Sayangnya, ada beberapa binatang yang terlupakan. Mereka adalah kawanan rayap dan beruang. Keduanya murka dan ingin menggagalkan Bujang Beji.
Ketika Bujang Beji mulai memanjat, rombongan binatang itu pun menggerogoti akar pohon dan tumbang ketika Bujang Beji hampir sampai kayangan.
Bujang Beji pun mati dan tubuhnya yang sudah tercerai-berai dijadikan sebagai jimat oleh masyarakat. Sementara puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam.
Itulah cerita rakyat Bukit Kelam Sintang.
Kontributor : Sekar Jati