SuaraKalbar.id - Aktivitas ‘penjelajahan’ yang dikerjakan oleh PT Sigma Silica Jayaraya (SSJ) dan PT Inti Tama Mineral di Pulau Gelam telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan nelayan kecil di pesisir Kendawangan, terutama pak Salmin (41) yang tinggal di Pulau Cempedak, Desa Pedalaman Kiri, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Selama ini, perairan Pulau Gelam bagai kolam ikan raksasa dengan jumlah dan jenis ikan yang melimpah. Nelayan pesisir merasa cemas dengan kehadiran perusahaan tambang pasir di Pulau Gelam karena hal tersebut akan memaksa mereka untuk melaut lebih jauh, yang pada akhirnya membutuhkan modal yang lebih besar untuk bahan bakar yang dapat berdampak pada ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat pesisir Kendawangan.
Kekhawatiran ini tidaklah tanpa dasar. Sebagai contoh, di dekat Pulau Gelam, terdapat Pulau Bawal yang kini telah diduduki oleh perusahaan kelapa sawit. Sejak perusahaan kelapa sawit hadir di Pulau Bawal, nelayan merasakan penurunan jumlah tangkapan mereka dan harus melaut jauh hingga ke Pulau Gelam.
Matahari belum melewati garis cakrawala saat Salmin (41) menambatkan lepeh (perahu), yang sedang sibuk menuangkan solar dari dalam jerigen 20 Liter. Salmin adalah nelayan warga Pulau Cempedak.
Baca Juga:Pulau Gelam: Pasir Kuarsa akan Ditambang, Nelayan Tradisional Terancam
Di rumah, istrinya, Neka (40), sudah menyiapkan rantang berisi makanan ke dalam keranjang. Dia juga menyiapkan kopi dan air putih untuk bekal Salmin ke Pulau Gelam. Neka mengantarkan bekal tersebut ke dermaga, tempat Salmin menambatkan perahunya. Anak balita, Bisma, dibawa serta.
“Cari ikan di Pulau Gelam sampai sore, jadi harus bawa bekal makan berat dan juga kopi untuk suami,” ungkap Neka. Perjalanan ke Pulau Gelam menghabiskan kurang lebih 40 liter solar. Bahan bakar menjadi permasalahan bagi nelayan di Pulau Cempedak.
Selain sulit didapat, harganya pun fluktuatif, kisaran Rp20.000– Rp30.000 per liternya. Perjalanan dari pulau Cempedak menuju pulau Gelam berjarak kurang lebih 27 km, sekitar dua jam. Pada perjalanan ini, tim liputan ikut menemani para nelayan berlayar.
Selain Salmin dan keluarga, ada Hartono (35) Ketua RT Dusun Pedalaman di Pulau Cempedak, yang ikut berlayar. Perjalanan dimulai saat matahari baru naik. Cahaya matahari mulai terasa hangat dengan awan dan air laut yang membiru sejauh mata memandang.
Setelah bahan bakar terisi mesin lepeh mulai dihidupkan, dari belakang kemudi Salmin membawa kami meninggalkan Pulau Cempedak menuju Pulau Gelam.
Baca Juga:Nelayan Perempuan Pulau Gelam Paling Terancam Tambang
Ditengah perjalanan Hartono atau biasa dipanggil Tono, menunjuk sebuah pulau. “Itu Pulau Bawal, hampir seluruh pulau sudah ditanami sawit oleh perusahaan,” katanya.