SuaraKalbar.id - Belakangan ini, sejumlah guru dari daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) melakukan gugatan kepada Mahkamah Agung RI terkait Peraturan Bupati (Perbup) Sintang.
Gugatan tersebut menyangkut Perbup No. 25 Tahun 2023 dan Perbup No. 40 Tahun 2024 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dari APBD. Perbup ini menghapus uang TPP khusus untuk ASN guru bersertifikat/bertunjangan khusus dari APBN dan menaikkan uang insentif untuk pejabat ASN serta ASN struktural.
Kabar ini menjadi viral di media sosial setelah Sekretaris Komisi C DPRD Sintang, Senen Maryono, angkat bicara. Senen menegaskan bahwa melaporkan hak uji materiil (HUM) ke MA adalah hak para guru, namun ia juga mengingatkan tentang risiko yang mungkin terjadi.
"Diambil nilai positifnya saja, agar mereka yakin dengan melaporkan ke MA, hanya saja menurut Senen ya penuh resiko kalau MA tidak mengabulkan tuntutan itu, ya hadapi dengan penuh resiko juga. Yang namanya melawan pimpinan itu, ujar Senen.
Menanggapi pernyataan tersebut, salah seorang guru penggugat, Julia Roli S. Banurea, mengungkapkan bahwa sebenarnya mereka tidak berniat mempublikasikan ancaman yang sering diterima, namun hal tersebut terungkap setelah disampaikan oleh pihak pemerintah.
"Mereka sendiri yang sebenarnya membongkar, bukan kami. Walaupun sebenarnya diintimidasi selama 16 bulan ini, kami diam-diam aja karena namanya atasan kita," jelas Julia saat dikonfirmasi oleh Suara.com pada Senin (13/08/2024) malam.
Ancaman terbaru yang diterima Julia dan rekan-rekannya sebelum berita ini viral adalah ancaman pemecatan dan mutasi jika tuntutan mereka tidak dikabulkan oleh MA.
"Kami dibilang 'nanti kalau kamu itu tidak gol (dikabulkan) kalian terima ya kalau dipecat'. Saya bilang silakan, yang penting keluarkan dulu itu Surat Keterangan (SK) pemecatannya, alasannya gimana," ujar Julia.
Julia juga mengungkapkan bahwa saat rekan-rekannya menemui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, mereka kembali mengalami intimidasi dengan harapan agar gugatan MA dicabut pada 5 Agustus 2024 lalu.
Baca Juga:Sudah Kakek-Kakek, Guru Honorer Berusia 59 Tahun di Bengkayang Tega Cabuli Anak Tetangga
"Kemarin itu saya dipanggil unutk menemui DInas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), cuma kami berempat berbagi, 2 orang datang mewakili Disdikbud. Sedangkan saya kirim surat izin ke Kadisdikbud menyatakan mau bertemu Bupati Sintang. Tapi disitulah rekan saya itu dibilang suruh cabut gugatan kalau mau aman, mana saya mau sudah sejauh ini disuruh cabut gugatan," tegas Julia.
Selain intimidasi dan ancaman, Julia juga menolak tawaran untuk diangkat menjadi kepala sekolah di Kecamatan Tebelian, Sintang, yang dianggap sebagai upaya untuk menggagalkan perjuangan mereka.
"Saat kasus ini masih terus berjalan, saya sempat dihubungi ditawarkan melalui pesan WhatsApp dan telepon untuk dijadikan kepala sekolah. Namun saya tolak, saya tidak mau menghianati perjuangan saya dan rekan-rekan saya," ujarnya.
Terkait tudingan bahwa Julia sering mangkir dari panggilan, ia membantah hal tersebut. Ia menyebutkan bahwa Dinas hanya mengundangnya secara pribadi untuk intimidasi, tetapi tidak pernah mengundangnya untuk audiensi terbuka.
"Terkait soal mangkir, pihak dinas hanya berani mengundang saya secara personal untuk diintimidasi tetapi pihak dinas tidak peranh mengundang saya saat audiensi secara terbuka di publik. Terbukti saat dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) hadir di Sintang, saya yang memohon agar dihadirkan ke kepala dinas, karena saya dan tim yang mengundang dirjen GTK agar menjelaskan beda TPP dan tamsil, itu di tanggal 5 Agustus kemarin, dua orang yang mewakili," jelas Julia.
Julia merasa kecewa dengan sikap pemerintah, padahal sebelum mengajukan gugatan ke MA, ia telah meminta izin dan mendapat persetujuan.
"Itulah disayangkan, padahal saya sudah minta izin dan masih ingat betul balasan pak Kadisdik itu 'Silahkan saja ya', dan juga Wakil Bupati Sintang menjawab 'Semua orang punya hak tidak ada yang bisa membatasi hak seseorang', sedangkan pak Bupati Sintang melalui ajudannya jawab 'Iya mbak itu hak mbak'. Sekarang pas sudah begini, baru kebakaran jenggot," ujarnya.
Kasus ini berawal dari penghapusan TPP untuk guru dalam Perbup Sintang tahun 2023, padahal sebelumnya guru masih menerima TPP sebesar Rp 335 ribu per bulan pada tahun 2021 dan Rp 336 ribu pada tahun 2022. Selain itu, Perbup tersebut juga menaikkan uang insentif untuk pejabat ASN dan ASN struktural, yang menurut Julia, kenaikannya berkali-kali lipat dibandingkan TPP untuk guru yang dihapuskan.
"Kita memang ada dapat alasan Pemda itu dana tidak ada makanya dihapuskan. Kalau kita hitung TPP guru itu Rp 336 ribu dikali 2031 guru dalam setahun totalnya sekitar Rp 8 miliar. Tapi pas kita bandingkan TPP 2022 dan 2023, ada selisih kenaikan Rp 37 miliar. katanyanya gak ada dana, ini harusnya bisa nutup, toh kita guru-guru cuma butuh Rp 8 miliar saja kok," ujar Julia.
Julia juga mendapatkan kabar bahwa TPP pada tahun 2024 akan menurun. Namun, setelah Perbup No. 40 Tahun 2024 terbit, ia menemukan data bahwa ada kenaikan insentif pejabat ASN dan ASN struktural, sementara TPP guru tetap nol.
Saat ini, pihak MA telah memberikan surat panggilan kepada Pemda Sintang untuk dipenuhi dalam waktu 14 hari dan masih menunggu hasilnya. Julia menegaskan bahwa ia tidak akan mencabut gugatan tersebut dan siap menghadapi sanksi yang mungkin diberikan.
"Saya tidak akan mencabut ini. Kita sudah berjuang sejauh ini, hasilnya kita lihat nanti. Saya harapkan TPP ini janganlah dihapuskan, biarpun cuma Rp 336 ribu saja, setidaknya kami tahu kalau keberadaan kami (guru) ini dianggap oleh pihak pemerintah," harapnya.
Kontributor : Maria