Kabinet Tergemuk Sepanjang Sejarah: Efisiensi atau Bagi-Bagi Kursi?

Kementerian baru dan tambahan wakil menteri ini tentu merupakan bentuk politik akomodasi,

Bella
Rabu, 23 Oktober 2024 | 18:27 WIB
Kabinet Tergemuk Sepanjang Sejarah: Efisiensi atau Bagi-Bagi Kursi?
Herri Junius Nge, Pengamat sekaligus dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura. (Suara.com/Maria)

SuaraKalbar.id - Presiden Prabowo Subianto telah resmi melantik 48 menteri, 56 wakil menteri, dan 5 kepala badan dalam Kabinet Merah Putih. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan kabinet Jokowi-Ma'ruf yang terdiri dari 34 menteri dan 17 wakil menteri. Bahkan, Kabinet Merah Putih mencatatkan rekor sebagai kabinet dengan jumlah terbanyak dalam sejarah Indonesia.

Banyaknya kementerian ini juga merupakan hasil pemecahan dari beberapa kementerian sebelumnya. Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dipecah menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Kebudayaan.

Menurut pengamat politik dan dosen FISIP Universitas Tanjungpura, Herri Junius Nge, secara hukum pembentukan kabinet ini sah karena tidak ada batasan jumlah kementerian dalam Undang-Undang. Namun, ia menyoroti potensi masalah dari segi efisiensi anggaran.

"Kementerian baru dan tambahan wakil menteri ini tentu merupakan bentuk politik akomodasi," ujar Herri saat diwawancarai Suara.com pada Senin (21/10/2024).

Baca Juga:KPU Kalbar Targetkan Distribusi Logistik Pilkada Rampung Akhir Oktober

Ia menambahkan, struktur yang membengkak ini berpotensi memperbesar beban anggaran pemerintah dan meningkatkan inefisiensi.

"Anggaran pasti akan boros," tambahnya.

Selain masalah anggaran, Herri juga mengkhawatirkan munculnya rivalitas antar kementerian, terutama yang sebelumnya digabung lalu dipisah.

"Memisahkan kementerian itu bukan hanya soal memecah struktur, tetapi juga butuh waktu untuk menyesuaikan," jelasnya.

Mengacu pada pengalaman pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Jokowi, Herri menegaskan bahwa butuh waktu hingga dua tahun untuk melakukan penyesuaian. Bahkan, ketika penyesuaian sudah dianggap permanen, kementerian tersebut kembali digabung, yang menunjukkan inkonsistensi dalam kebijakan.

Baca Juga:Sah! 65 Anggota DPRD Kalbar Periode 2024-2029 Resmi Dilantik, Ini Daftarnya

Namun, Herri juga menegaskan bahwa pemecahan kementerian bukanlah hal yang buruk, asalkan anggaran yang dikeluarkan sepadan dengan hasil yang diperoleh serta ada konsistensi dalam implementasi kebijakan.

"Tidak masalah mengeluarkan anggaran besar, selama hasilnya sesuai. Yang perlu diwaspadai adalah ketika anggarannya besar tapi hasilnya tidak sesuai," ujarnya.

Ia juga mencatat bahwa jumlah kementerian yang awalnya 8 kini dipecah menjadi 18 merupakan langkah besar. Penyesuaian ini tidak hanya berdampak di tingkat pusat, tetapi juga di daerah.

"Penyesuaian dari pusat ke daerah sering kali menjadi tantangan, karena tidak semua kebijakan pusat dapat diterapkan dengan mulus di daerah," tambahnya.

Terlepas dari segala kekhawatiran, Herri menekankan bahwa pembentukan kabinet tetap merupakan hak prerogatif presiden. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa efisiensi harus tetap menjadi prioritas.

"Struktur yang gemuk belum tentu efektif," pungkasnya.

Kontributor : Maria

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini