5 Senjata Tradisional Suku Dayak dan Sejarahnya

Senjata tradisional Dayak (Mandau, Sumpit, Talawang, Lonjo, Dohong) bukan sekadar alat perang/berburu, tapi juga simbol budaya, spiritualitas, & identitas suku

Bella
Senin, 17 Maret 2025 | 21:44 WIB
5 Senjata Tradisional Suku Dayak dan Sejarahnya
Ilustrasi senjata suku dayak - Arsip upacara adat Mamat menjadi salah satu ritual sakral dan akbar bagi Suku Dayak Kenyah di Kalimantan [SuaraKaltim.id/Istimewa]

SuaraKalbar.id - Suku Dayak, yang mendiami wilayah Kalimantan, dikenal sebagai salah satu suku asli Indonesia dengan kekayaan budaya yang luar biasa.

Salah satu aspek budaya yang menonjol adalah senjata tradisional mereka, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat perang atau berburu, tetapi juga memiliki nilai simbolis, spiritual, dan estetika.

Senjata-senjata ini mencerminkan keterampilan, keberanian, serta hubungan erat suku Dayak dengan alam dan leluhur mereka.

Artikel ini akan membahas beberapa senjata tradisional suku Dayak yang terkenal, seperti Mandau, Sumpit, Talawang, Lonjo, dan Dohong.

Baca Juga:Komisi Informasi Kalbar Dorong Pertamina Patra Niaga Tingkatkan Keterbukaan Informasi Jelang Idul Fitri

1. Mandau: Pedang Sakral Suku Dayak

Mandau adalah senjata tradisional suku Dayak yang paling ikonik.

Menurut informasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mandau merupakan pedang sejenis parang dengan bilah tajam di satu sisi, sering dihiasi ukiran khas Dayak yang menyerupai burung tingang (burung enggang), simbol spiritual masyarakat Dayak.

Panjangnya biasanya sekitar 50 cm, dengan gagang yang terbuat dari tanduk rusa atau kayu yang diukir indah.

Sarung Mandau, yang disebut "kumpang" dalam bahasa Dayak Ngaju, juga dihias dengan jimat atau "penyang" untuk perlindungan magis bagi pemiliknya.

Baca Juga:Sejarah dan Asal-Usul Suku Dayak: Jejak Leluhur di Kalimantan

Mandau memiliki fungsi ganda. Selain digunakan untuk berperang—termasuk dalam tradisi "ngayau" (pemotongan kepala musuh) pada masa lalu—Mandau juga menjadi bagian dari upacara adat, seperti tarian Mandau, dan simbol status sosial.

Setiap sub-suku Dayak memiliki variasi Mandau; misalnya, suku Dayak Kenyah menyebutnya "Parang Ilang".

Proses pembuatannya melibatkan pandai besi yang merancang bilah dari besi berkualitas tinggi, sering kali dengan teknik tempa tradisional yang memakan waktu berhari-hari.

2. Sumpit: Senjata Senyap yang Mematikan

Sumpit, atau sering disebut "sipet" oleh suku Dayak, adalah senjata jarak jauh yang unik.

Berbentuk seperti pipa panjang (1,5-2 meter) yang terbuat dari kayu ulin atau bambu, sumpit menggunakan anak panah kecil (damek) yang dilumuri racun mematikan dari getah pohon ipuh atau campuran bahan alami lainnya.

Cara penggunaannya dengan meniupkan napas kuat melalui lubang sumpit, sehingga anak panah melesat dengan akurat hingga jarak 200 meter.

Menurut budayawan Dayak Syaer Sua U Rangka, sumpit mencerminkan kearifan lokal karena pembuatannya membutuhkan ketelatenan dalam melubangi kayu ulin yang keras.

Sumpit awalnya digunakan untuk berburu hewan liar, tetapi pada masa penjajahan, senjata ini menjadi alat perlawanan yang ditakuti karena sifatnya yang senyap dan mematikan.

Hewan atau musuh yang terkena racun biasanya mati dalam hitungan menit.

Hingga kini, sumpit masih dilestarikan dalam festival budaya dan lomba menyumpit di Kalimantan Tengah, menunjukkan keahlian tradisional yang tetap hidup.

3. Talawang: Perisai Penuh Makna

Talawang adalah perisai tradisional suku Dayak yang terbuat dari kayu ulin, dikenal sebagai "kayu besi" karena kekuatan dan ketahanannya.

Dengan panjang 1-2 meter dan lebar sekitar 50 cm, Talawang dirancang untuk melindungi penggunanya dalam pertempuran.

Bagian luarnya dihiasi ukiran sakral, seperti motif burung tingang atau kamang (dewa perang Dayak), yang diyakini memiliki kekuatan magis untuk meningkatkan semangat bertempur.

Pegangan di bagian dalam memungkinkan pengguna memakainya dengan nyaman.

Menurut Husni Umberan dalam buku Sejarah Kebudayaan Kalimantan (1993), Talawang bukan sekadar alat pertahanan, tetapi juga simbol identitas budaya.

Kayu ulin yang ringan namun tahan lama menjadikannya pilihan ideal, dan ukiran warna-warni (kuning, merah, hitam) menambah nilai estetika.

Saat ini, Talawang lebih sering menjadi barang koleksi bernilai tinggi karena keindahan dan makna historisnya.

4. Lonjo: Tombak Serbaguna

Ilustrasi asal-usul suku dayak. (Kemenparekraf.go.id)
Ilustrasi asal-usul suku dayak. (Kemenparekraf.go.id)

Lonjo adalah tombak tradisional suku Dayak yang terdiri dari mata tombak besi, gagang kayu ulin, dan pengikat rotan.

Panjangnya bisa mencapai 3 meter, menjadikannya senjata tusuk yang efektif untuk berburu atau berperang.

Dalam beberapa tradisi, Lonjo dianggap memiliki energi mistis yang memperkuat pemiliknya.

Selain untuk menusuk musuh secara langsung, Lonjo kadang dilengkapi sumpit kecil di dekat mata tombak, memungkinkan serangan diam-diam.

Lonjo sering digunakan bersama Mandau dan Talawang dalam pertempuran, mencerminkan strategi perang suku Dayak yang terorganisasi.

Fungsinya yang serbaguna—dari berburu hingga peperangan—menjadikan Lonjo salah satu senjata penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak di masa lalu.

5. Dohong: Senjata Tertua dari Kayangan

Dohong (atau Duhung) dianggap sebagai senjata tertua suku Dayak, khususnya Dayak Ngaju.

Bentuknya menyerupai perpaduan tombak dan keris, dengan bilah simetris bermata dua sepanjang 50-75 cm.

Menurut legenda yang dikutip dari situs Indonesia Kaya, Dohong diciptakan di alam kayangan oleh leluhur Dayak sebelum manusia ada.

Tiga tokoh mitos—Raja Sangen, Raja Sangiang, dan Raja Bunu—diyakini sebagai pemilik pertama Dohong, dengan Raja Bunu sebagai leluhur manusia Dayak.

Dohong digunakan untuk pertarungan jarak dekat, berburu, dan bercocok tanam pada masa lalu.

Kini, senjata ini menjadi benda pusaka yang langka, hanya dimiliki oleh tokoh adat seperti basir atau damang, dan sering muncul dalam ritual seperti upacara Tiwah.

Proses pembuatannya harus selesai dalam waktu ganjil, mencerminkan kepercayaan spiritual masyarakat Dayak.

Kesimpulan

Senjata tradisional suku Dayak—Mandau, Sumpit, Talawang, Lonjo, dan Dohong—adalah bukti nyata kekayaan budaya dan keterampilan mereka.

Dari fungsi praktis seperti berburu dan berperang hingga nilai simbolis sebagai identitas dan warisan leluhur, senjata-senjata ini terus dilestarikan.

Sumber kredibel seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, buku sejarah, dan tradisi lisan memperkuat pemahaman kita tentang pentingnya senjata ini.

Di era modern, senjata Dayak tidak lagi digunakan untuk perang, tetapi tetap hidup dalam upacara adat, festival budaya, dan sebagai bagian dari jati diri suku Dayak yang gagah berani.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini