SuaraKalbar.id - Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menegaskan bahwa jamaah haji perempuan yang sedang mengalami haid tetap dapat melaksanakan rukun haji, termasuk wukuf di Arafah, yang merupakan puncak ibadah haji.
“Perempuan yang sedang haid tetap bisa melaksanakan wukuf. Yang tidak bisa dilakukan hanya tawaf, itu pun bisa dilakukan setelah suci,” jelas Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi, Badriyah Fayumi, melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu (25/5).
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang tidak bisa digantikan dan menjadi inti dari seluruh rangkaian ibadah haji.
Karena itu, penting bagi seluruh jamaah—termasuk perempuan yang mengalami haid untuk tetap dapat mengikutinya.
Baca Juga:Tips Menabung Haji bagi Petani Sawit Kalbar, Berangkat ke Tanah Suci dari Hasil Kebun
Badriyah menekankan, yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian niat dan jenis haji agar ibadah tetap sah sesuai syariat.
Disarankan Ubah Niat Haji ke Qiran
Jika jamaah perempuan mengalami haid saat baru tiba di Makkah dan waktu wukuf sudah dekat, maka disarankan untuk mengubah niat haji dari tamattu’ menjadi qiran.
Hal ini, menurut Badriyah, bertujuan agar jamaah tidak terburu-buru menyelesaikan ibadah umrah terlebih dahulu, yang memang tidak dapat dilakukan dalam kondisi haid.
Untuk diketahui, haji tamattu’ adalah jenis haji yang dilakukan dengan cara umrah terlebih dahulu, lalu bertahalul, dan menunggu hingga waktu haji untuk kemudian memulai rangkaian ibadah haji.
Sebaliknya, dalam haji qiran, jamaah melaksanakan umrah dan haji sekaligus dalam satu niat dan satu perjalanan tanpa bertahalul di antara keduanya.
Baca Juga:Tips Menabung Haji 5 Tahun Langsung Berangkat ke Tanah Suci
“Niatkan haji qiran, ikuti wukuf, lalu lanjutkan rangkaian ibadah. Umrah bisa dilakukan setelah suci,” terang Badriyah.

Jaga Kesucian Pakaian Ihram saat Wukuf
Selain menyarankan perubahan niat, Badriyah juga memberikan tips praktis bagi jamaah perempuan yang akan menjalani wukuf di Arafah.
Ia mengimbau agar para jamaah mengenakan diaper atau pembalut untuk menjaga kesucian pakaian ihram selama berada di padang Arafah, terutama mengingat kemungkinan panjangnya antrean di toilet umum.
“Ini bukan soal kenyamanan semata, melainkan juga menjaga kesucian pakaian ihram. Setelah ada kesempatan, barulah bersuci dan mengganti,” ujarnya.
Langkah tersebut diyakini dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi jamaah, sehingga mereka dapat beribadah dengan khusyuk tanpa khawatir akan kebersihan atau ketidaksesuaian syariat.
Fasilitas dan Edukasi Diperkuat
PPIH juga mengingatkan bahwa seluruh pembimbing ibadah telah dibekali pengetahuan untuk menangani situasi seperti ini dan siap memberikan pendampingan kepada jamaah perempuan yang membutuhkan bimbingan terkait manasik dalam kondisi tidak suci.
Sementara itu, Badriyah menekankan pentingnya edukasi manasik yang komprehensif sebelum keberangkatan. “Persiapan manasik tidak hanya soal bacaan dan gerakan ibadah, tetapi juga kesiapan fisik, pengetahuan fikih, dan hal-hal praktis seperti ini,” jelasnya.
Makna Sakral Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah dijadwalkan menjadi momen puncak ibadah haji, di mana jutaan jamaah dari seluruh dunia berkumpul dalam keadaan ihram untuk bermunajat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
Momen ini hanya berlangsung pada tanggal 9 Dzulhijjah dan tidak dapat digantikan, sehingga kehadiran secara fisik dan niat yang benar menjadi sangat krusial.
Dengan kebijakan yang fleksibel serta solusi syar’i yang disampaikan oleh PPIH, jamaah perempuan yang mengalami haid dapat tetap menjalankan ibadah haji secara sah dan sempurna.
Diketahui, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama secara resmi telah menetapkan jumlah kuota jemaah haji Indonesia tahun 2025 (1446 H) sebanyak 221.000 orang.
Jumlah ini terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus, sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi.
Kuota tersebut telah dipenuhi seluruhnya. Bahkan hingga pertengahan April lalu, tercatat lebih dari 215 ribu calon jemaah telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Hal ini menjadi bukti antusiasme tinggi masyarakat Indonesia dalam melaksanakan rukun Islam kelima.