Scroll untuk membaca artikel
Bella
Sabtu, 10 Februari 2024 | 15:00 WIB
Dugong. [AAMP / AFP]

“Terutama pelepasan sedimen ke laut, yang otomatis di sekitar Pulau Gelam akan terdampak karena zona inti ada di kawasan perairan. Untuk persentase sedimen bekas tambang itu saja kita tidak tahu dan tergantung jumlah pelepasan dan unsur sehingga bisa saja ada logam-logam berat yang sebenarnya bawaan alami,” jelasnya.

Selain itu, Arie juga menambahkan, bisa saja ada zat-zat di tanah yang terbawa ketika proses pertambangan.

“Jika sedimen zat-zat radio aktif yang lepas kemungkinan konsekuensinya cukup banyak apalagi masuk ke lingkungan ekosistem yang bisa menyebabkan kematian terumbu karang, padang lamun, hingga hewan yang ada disana. Akan tetapi tergantung dari banyak atau tidaknya dan itu perlu penelitian lebih lanjut.”

Perjumpaan Dugong di Pulau Sekitar

Menurut catatan perjumpaan yang ditemukan oleh WeBe, yakni organisasi non profit yang berbentuk yayasan dan bergerak di bidang konservasi, pengembangan ekowisata dan pemberdayaan masyarakat, yang berbasis di Ketapang, Kalimantan Barat, merilis data sejak tahun 2020 sudah ada 36 perjumpaan di seluruh wilayah perairan Kendawangan, termasuk juga Pulau Gelam.

Baca Juga: Praktik Pasir Kuarsa Rempang di Pulau Kalimantan

Setra Kusumardana, Ketua WeBe, mengatakan, “sepanjang tahun 2020 ada perjumpaan enam kali dengan dugong. Setelah itu sudah tidak ada lagi. Waktu itu ditemukan dalam keadaan mati keenamnya. Satu kali ditemukan dalam keadaan hidup dan kita lepaskan kembali ke habitatnya. Sehabis itu kan sudah mulai patroli dan tidak ada lagi kejadian.”

Di tahun 2022, WeBe juga merilis 11 titik perjumpaan dugong di kawasan konservasi Kendawangan. Dari data tersebut, terdapat 1 laporan perjumpaan dugong dalam kondisi hidup di timur laut Pulau Gelam dan 5,2 mil atau 8 kilometer dari Pulau Gelam.

Kemudian, di Pulau Sawi tercatat laporan dari tim patroli dan nelayan terdapat perjumpaan dengan dugong kurang dari 5 kali. Tidak jauh dari Pulau Sawi, sekitar 5,9 mil atau 9 km, WeBe juga mendapat laporan perjumpaan dengan dugong dan berhasil di dokumentasikan dalam bentuk video.

Di Pulau Cempedak sendiri terdapat 2 titik laporan perjumpaan dengan dugong. Terakhir, titik perjumpaan dengan dugong paling banyak ditemukan di Pulau Bawal dengan total laporan 6 perjumpaan, 5 dalam keadaan hidup dan 1 ditemukan mati. Insiden kematian ini juga ditemukan langsung oleh tim patroli WeBe.

Tim patroli yang dibentuk oleh WeBe merupakan pendampingan bersama dengan masyarakat pulau sekitar dalam rangka membentuk patroli pastisipatif. Pokdarwis, sebagai tim patroli yang melibatkan masyarakat lokal, memiliki peran krusial dalam pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan di sekitar Pulau Gelam yang kemudian akan dilaporkan kepada WeBe.

Baca Juga: Modus Menggangsir Penerbitan SKT Pulau Gelam

“Jadi pendampingan ini merupakan pendampingan jangka panjang. Kita sejak tahun 2014 sudah beraktivitas, jadi bukan cuma sekali dua kali saja. Kegiatan-kegiatan yang kita kembangkan itu mulai dari usaha pariwisata, usaha budaya, usaha konservasi. Ada atau tidak adanya dugong, kita akan tetap beraktivitas,” kata Setra.

Load More