Scroll untuk membaca artikel
Bella
Kamis, 30 Mei 2024 | 09:03 WIB
Ilustrasi - Foto udara areal lahan gambut yang terbakar di Desa Natai Baru, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (2/1/2023). [ANTARA FOTO/Ario Tanoto]

SuaraKalbar.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat mengungkapkan hasil pemantauan kerusakan ekosistem gambut di kawasan hidrologis gambut Sungai Durian - Sungai Kualan (KHG SDSK). Hasil temuan ini dipaparkan dalam sebuah kegiatan yang diadakan di Pontianak, yang menghadirkan berbagai peserta dari organisasi masyarakat sipil, jurnalis, serta perwakilan Eksekutif Daerah dan Dewan Daerah Walhi Kalbar.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, menyatakan bahwa selama ini upaya pemulihan gambut seolah tidak mendapatkan perhatian dari negara, meskipun regulasi terkait pemulihan dan pengelolaan ekosistem gambut telah diterbitkan.

"Gambut memiliki peran penting dalam kehidupan, termasuk pelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan tata air, penyimpanan cadangan karbon, penghasil oksigen, dan penyeimbang iklim. Namun, ketika investasi berbasis hutan dan lahan merusak gambut lindung, negara seakan tidak ada," tegas Hendrikus Adam kepada suara.com, Rabu.

Adam menyoroti bahwa Pasal 30 (1) PP 57 tahun 2016 yang mengubah PP 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dengan jelas menyebutkan bahwa pemilik usaha wajib melakukan pemulihan sebagaimana izin lingkungan. Sementara Pasal 31A menegaskan bahwa jika dalam jangka 30 hari setelah kebakaran terjadi dan pemulihan tidak dilakukan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dapat berkoordinasi untuk pemulihan dengan biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha. Aturan serupa juga tercantum dalam Pasal 10 PermenLHK P.16 tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut.

Baca Juga: OIKN Siap Uji Coba Taksi Terbang di Samarinda

Pada tahun 2015, kebakaran gambut hebat terjadi di tujuh provinsi di Indonesia, termasuk Kalimantan Barat. Dalam lima tahun terakhir, Walhi Kalimantan Barat aktif memantau upaya pemulihan ekosistem gambut di wilayah ini. Pemantauan terbaru dilakukan pada Januari hingga Maret 2024 di kawasan KHG SDSK yang melibatkan tiga perusahaan: PT Kalimantan Agro Lestari (KAL), PT Mayawana Persada (MP), dan PT Jalin Vaneo (JV).

Pemantauan Walhi Kalbar melibatkan tiga variabel utama: lahan, hidrologis, dan masyarakat. Indikator yang digunakan meliputi pH, kelembaban, perubahan tutupan lahan, vegetasi, kondisi tanah, lebar kanal, tinggi muka air tanah, pengetahuan tentang perusahaan, implementasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan, kondisi sosial, dan konflik di lapangan.

Hasil pemantauan menunjukkan bahwa ketiga perusahaan secara sengaja merusak ekosistem gambut KHG SDSK untuk memperluas lahan kebun, menjaga agar tanaman komoditas unggulan tidak terendam, serta merampas hak asasi komunitas lokal dan para buruh. Kerusakan ekosistem yang ditemukan antara lain pengeringan air gambut, pengubahan kawasan gambut lindung dan eks lahan terbakar menjadi kawasan budidaya sawit atau albasia, perampasan akses penduduk terhadap tanah dan sumber penghidupan, pencemaran ekologi lokal dengan limbah sawit atau albasia, serta penundaan pemenuhan hak-hak warga.

"Sejumlah fakta yang ditemukan mengkonfirmasi bahwa negara seperti membiarkan saja tindakan-tindakan perusakan ekologi dan hak asasi manusia di KHG SDSK oleh perusahaan," tambah Hendrikus Adam.

Adam juga menyatakan bahwa aturan-aturan perlindungan lingkungan diabaikan, dan perusahaan bersikukuh terus membuka areal tutupan hutan gambut untuk memperluas kebun sawit atau albasia, termasuk mengalirkan air gambut dalam kanal-kanal buatan agar tanaman komoditasnya tidak terendam air.

Baca Juga: EO di Kalbar Diminta Maksimalkan Koordinasi dengan Polisi Jelang Pilkada

"Pembiaran ini mengindikasikan ketiga perusahaan tersebut memiliki kekebalan dari hukum lingkungan dan hak asasi manusia nasional," tutup Adam.

Selain Hendrikus Adam, acara ini juga menghadirkan Khairil Anwar dari Dinas LHK Kalbar dan Rosi Widia NA, Sekretaris TRGD Kalbar sebagai narasumber.

Load More