Scroll untuk membaca artikel
Bella
Minggu, 04 Agustus 2024 | 10:34 WIB
Penjual rokok eceran di Pontianak, Kalimantan Barat, sedang menjajakan barang dagangannya, Sabtu (3/8/2024). (Suara.com/Maria)

SuaraKalbar.id - Larangan penjualan rokok eceran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dianggap tidak efektif oleh sebagian masyarakat di Pontianak, Kalimantan Barat, karena dinilai tidak berdampak signifikan dalam menekan jumlah konsumen rokok.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Indah Febrianti, menjelaskan bahwa pengaturan penjualan rokok secara eceran memiliki tujuan untuk menekan konsumsi rokok.

“Terkait substansi tembakau, pengaturan larangan menjual rokok secara eceran memang bagian dari upaya pengendalian dampak buruk tembakau dengan menekan konsumsinya,” jelas Indah, dikutip dari laman resmi Kemenkes.

Baca Juga: Eksklusif: Bangunan di Bawah Jembatan Duplikasi Kapuas 1 Roboh, Timpa 3 Pekerja

Menanggapi hal tersebut, Josner (25), seorang mahasiswa sekaligus konsumen rokok eceran, mengatakan bahwa peraturan tersebut tidak akan efektif jika tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah komsumsi rokok.

"Kalau menurut aku, pelarangan ini tuh gak ngaruh benar untuk apapun sih, tetap aja konsumsi rokok itu bakalan ada. Apalagi sekarang banyak juga rokok yang murah per bungkusnya. Perokok tetap bakal beli rokok kalau pengen merokok," ujar Josner kepada Suara.com pada Sabtu (03/08/2024) siang.

Setelah lebih dari 7 tahun mengonsumsi rokok, Josner mengakui bahwa pelarangan rokok eceran tidak menjadi masalah besar baginya karena masih ada opsi rokok 'ilegal'.

"Aku gak merasa dirugikan benar si kalau udah gak ada rokok eceran, karena sekarang banyak kok rokok-rokok sebungkus yang murah-murah," tambahnya.

Serupa dengan Josner, Uray (26), seorang warga Kalimantan Barat, menyebutkan bahwa masyarakat di sana kemungkinan tidak akan terlalu keberatan dengan pelarangan tersebut.

Baca Juga: Hotel Aston Gelar Wedding Exhibition Terbesar di Pontianak, Solusi Tepat untuk Inspirasi Pernikahan Impian

"Kita ini di Kalimantan Barat masih marak rokok ilegal dari Malaysia dan Singapura. Harganya itu jauh lebih murah dari rokok yang ada bea cukainya. Tau sih kalau itu salah, cuma kalo ada pelarangan seperti itu, emang pemerintah punya solusi? Harusnya ada win-win solution, dibuat larangan, dibuat juga solusinya," terang Uray.

Ana (50), seorang pedagang asongan, menyebutkan bahwa peminat rokok eceran di Kota Pontianak masih cukup banyak. Bahkan dalam sehari, ia bisa membuka setidaknya 5 bungkus rokok untuk dijual secara eceran.

"Kalau sehari itu untuk merek Tabaco bisa 60 batang per hari habis terjual. Selain itu ada eceran lain kayak Sampoerna dan Surya," ujar Ana.

Harga rokok eceran bervariasi, mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 2.500 per batang tergantung mereknya.

Ana juga menambahkan bahwa hingga kini ia tidak terlalu khawatir dengan peraturan pelarangan penjualan rokok eceran karena mendapatkan keuntungan lebih besar dari penjualan per batang dibandingkan per bungkus.

"Lebih untung jual batangan. Sehari itu bisa Rp 50 ribu untungnya kalau malam minggu. Kalau soal peraturan sih, kita tetap akan jual ya, gimana soalnya penghasilan juga dapat dari situ," jelasnya.

Anggota DPRD Kota Pontianak, Zulfydar Zaidar Mochtar, menyebutkan bahwa hingga kini belum ada rencana pengamanan terkait para penjual rokok eceran karena masih dalam proses penyesuaian dengan Peraturan Daerah (Perda).

"Ini tentu kita akan menunggu karena baru berproses beberapa waktu ini, tentu biasanya aturan main itu ditindak lagi dengan aturan Walikota atau Perda. Berkaitan dengan ini akan kita lihat perkembangannya nanti," ujar Zulfy saat dikonfirmasi oleh Suara.com pada Sabtu (03/08/2024) sore.

Zulfy menyatakan dirinya setuju dengan peraturan pelarangan penjualan rokok eceran, namun efektivitasnya tetap dikembalikan kepada masyarakat.

"Masyarakat itu memiliki pemikiran sendiri terhadap penggunaan rokok. Ini kan tidak dilarang rokoknya, tapi dibatasi cara pembeliiannya, yang tadi hanya perbatang mungkin saja dengan diberlakukannya ini menjadikan masyarakat lebih mengkaji diri sendiri terhadap daya beli. Plus minus sebenarnya ini, kalau dia mau merokok, tentu membeli secara banyak akan dipergunakan dengan hemat dan efektif. Ini akan menjaga kesehatan juga digunakan secara tidak berlebihan," jelasnya.

Terkait dengan ekonomi masyarakat yang masih menjual rokok eceran sebagai mata pencaharian, Zulfy berharap masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan peraturan tersebut.

"Tentu saya berpendapat masyarakat nanti akan menyesuaikan dengan keadaan sendiri. Ini kan sifatnya larangan, peraturan pemerintah aakah nanti ada bentuk lanjutan lain Perda atau Perwa, tentu akan dikaji lagi karena ada proses waktunya. Saya positif saja dalam rangka untuk membangun kesadaran masyarakt, mampu memastikan masyarakat tentang kesehatan itu sendiri dan sisi lain keastian tentang penjualan rokok ini dapat terukur lagi," tambahnya.

Kontributor : Maria

Load More