Cerita Pak Itam, Dari Penebang Kayu Ilegal Berjaya Menjadi Pebisnis Sarang Walet

Dari sukses sampai bangkrut, Pak Itam belajar bersabar dan menghitung risiko. Ini buahnya.

RR Ukirsari Manggalani
Kamis, 15 Juli 2021 | 23:21 WIB
Cerita Pak Itam, Dari Penebang Kayu Ilegal Berjaya Menjadi Pebisnis Sarang Walet
Pak itam menunjukkan kebun jahe yang ia tanam. Usaha itu menjadi salah satu yang akan digelutinya pascasukses membangun usaha walet [Ya’ Muh Nurul Anshory/Insidepintianak.com].

SuaraKalbar.id - Arpan atau kerap disapa Pak Itam, adalah warga Desa Radak Kecamatan Terentang. Lelaki paruh baya baru saja pulang dari kebun sayur. Kulitnya yang gelap membuatnya identik dengan nama panggilan Pak Itam, bagi orang-orang di Desa Radak II, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya.

Dia adalah satu di antara sekian banyak orang Terentang yang punya rumah walet. Sepanjang jalan menuju Radak, rumah walet berdiri megah. Bak hotel menjulang tinggi. Untuk menuju Desa Radak II, bisa lewat jalur air menggunakan speed boat, naik dari pelabuhan Sungai Durian, Sungai Raya. Bisa juga lewat jalan darat, melalui penyeberangan Sukalanting.

Bagi Pak Itam, membangun rumah walet adalah investasi jangka panjang. Peluang usaha itu, kini terbuka lebar. Dia sendiri sudah membuktikan.

Dikutip dari InsidePontianak.com, jaringan SuaraKalbar.id, awalnya ia seorang pengusaha kayu ilegal. Namun bangkrut karena bos besar tertangkap. Harta benda habis dijual. Untuk bayar hutang. Selama menjalanai usaha kayu ilegal, Pak Itam sering tersangkut hukum. Sempat berkasus sampai ke Mabes Polri. Untung saja tak sampai dibui.

Baca Juga:Pandemi Covid-19 Batasi Aktivitas, Ruang Digital Jadi Panggung Industri Otomotif

Arpan atau biasa disapa Pak Itam, warga Desa Radak Kecamatan Terentang, menunjukkan sarang walet yang ada di gedung walet miliknya [Ya’ Muh Nurul Anshory/Insidepontianak.com].
Arpan atau biasa disapa Pak Itam, warga Desa Radak Kecamatan Terentang, menunjukkan sarang walet yang ada di gedung walet miliknya [Ya’ Muh Nurul Anshory/Insidepontianak.com].

"Kayu-kayu milik saya semuanya sudah disita aparat. Belum lagi ongkos mengurus kasus, saya bangkrut. Bahkan rumah dan tanah berbidang-bidang melayang," ucapnya ditemui di kediamannya.

Waktu terpuruk, dia bingung melanjutkan hidup. Semua usaha sudah dilego. Termasuk usaha toko pakaian, hingga satu unit rumah yang dia beli di Pontianak juga dijual. Sebagian uangnya dipakai untuk bertahan hidup dan biaya sekolah anak.

Saat itu, dia benar-benar jatuh. Kebingunan harus bangun usaha apa di tengah modal yang kian menipis. Untung, ia masih punya semangat. Terus bangkit. Ia coba lihat peluang. Ketika itu, di Desa Radak, orang-orang mulai bangun gedung walet.

Ia mulai melirik. Ikut mempelajarinya. Pak Itam tak mau gegabah. Sebab, tak jarang juga orang yang membangun gedung walet akhirnya gagal. Ia tak mau terpuruk kedua kali. Apalagi, usaha walet juga tergantung peruntungan.

"Tergantung hoki. Dari sekian banyak rumah walet yang dibangun di sini, tidak semuanya berhasil. Padahal, berdekatan dengan rumah walet orang lain yang sudah panen," katanya.

Baca Juga:Genre Otomotif, "F9" Menjadi Film Terbesar Hollywood Masa Pandemi Covid-19

Ia pun berpikir panjang. Menghitung segala kemungkinan. Setelah yakin, ia hitung uang sisa jual rumah. Rupanya masih ada sisa. Sisa uang itulah digunakan untuk membeli bahan-bahan bangunan.

Pelan-pelan, gedung walet dia bangun. Tak sampai lima bulan, gedung setinggi lebih dari 12 m berdiri. Namun belum sempurna. Peralatan pendukung untuk memanggil burung walet dipasang. Singkat cerita, gedung walet mulai diaktifkan dengan kondisi seadanya.

Tanda Keberuntungan

Setahun berlalu, Pak Itam belum menuai hasil. Tapi sudah ada tanda-tanda keberuntungan. Beberapa burung sudah masuk menginap. Di sirip-sirip sudah terlihat titik putih. Tanda burung walet mulai mau bersarang. Pak Itam terus bersabar.

Segala treatment dilakukan. Untuk memancing agar burung semakin banyak masuk di gedungnya. Tepat lima tahun, akhirnya penantian Pak Itam terjawab. Sarang walet sudah mulai banyak. Bahkan sudah bisa dipanen tiap bulan. Rata-rata, per bulan, Pak Itam bisa kumpulkan dua kg sarang walet.

Satu kg sarang walet, berjumlah sekitar 150 sarang, dengan bobot rata-rata 15 gr per sarang. Saat ini, harga sarang walet per kg sekira Rp11 hingga Rp12 juta. Artinya, dari usaha itu, Pak Itam bisa mendapatkan omset per bulan Rp22 hingga 24 juta.

"Kalau saya bisa panen dua kilogram perbulan. Tapi, ada juga teman di sini yang lebih dulu membuat rumah walet, sekarang dia bisa panen belasan kilogram per bulan. Sekarang, dia mungkin jadi orang paling kaya di kampung ini," jelasnya.

Sarang burung walet (TikTok @w_littlelady)
Hidangan sarang burung walet (TikTok @w_littlelady)

Meski begitu, Pak Itam bersyukur. Setidaknya, ia sudah senang dan tenang. Ia tak lagi bergelut dengan usaha kayu ilegal yang berisiko penjara. Hasil waletnya kini sudah bisa membiayai seluruh kebutuhan hidup keluarganya.

Investasi Jangka Panjang

Menurutnya, usaha rumah walet memang jenis usaha investasi jangka panjang. Hasilnya baru bisa dirasakan ketika sudah berjalan lima tahun. Itu pun belum pasti. Sebab, ada faktor luck yang jadi penentu.

Namun, Pak Itam menyatakan bahwa setiap usaha pasti punya risiko gagal. Dia meyakini, faktor keberuntungan juga bisa diciptakan. Tergantung kesungguhan dan keseriusan seseorang menjalani usaha. Baginya, kerja keras tak akan menghianati hasil.

"Kuncinya dalam berusaha, harus bersabar dan banyak belajar. Saya sudah pernah senang, jadi bos dan punya banyak uang. Ketika saya bangkrut, saya biasa saja. Karena dari awal saya juga tak punya apa-apa. Sekarang alhamdulilah, usaha saya berhasil, dan saya akan tetap akan terus berusaha,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini