Tren penurunan harga sawit di Kalbar sebagaimana juga secara nasional pasca adanya pelarangan ekspor produk dari sawit tersebut.
Sebelum ada larangan ekspor produk sawit, harga sawit terutama TBS di Kalbar pernah tembus Rp4.000 per kilogram. Kemudian CPO tembus Rp 17 ribu/Kg dan PK Rp13.000/Kg. Harga tertinggi tersebut terjadi pada periode I Maret 2022.
Paradoks harga TBS dengan harga CPO di pasar internasional tersebu karena kebijakan kementerian pelaksana teknis, khususnya terkait penyediaan minyak goreng dan ketentuan ekspor minyak sawit yang tidak efektif.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Tanggapi Harga Sawit Anjlok
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menilai kebijakan Menteri Perdagangan terkait penyediaan minyak goreng inkonsisten dan tidak efektif. Alih-alih menyelesaikan persoalan minyak goreng, kebijakan yang dikeluarkan justru mematikan masa depan industri sawit nasional.
“Hingga hari ini, harga TBS masih anjlok. Menteri perdagangan harus bertanggung jawab,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/6/2022) lalu.
Beberapa kebijakan yang inkonsisten tersebut, kata Gulat, antara lain peraturan tentang DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation) yang gagal menjadi solusi malah diberlakukan kembali pasca pencabutan pelarangan ekspor.
“Bongkar pasang kebijakan seperti ini pada akhirnya hanya membuat petani sawit sengsara,” kata Gulat.
Beban lain bagi industri sawit, kata dia, adalah tingginya pajak ekspor dan pungutan ekspor (levy). Total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit mencapai USD575 per ton CPO yang diekspor.
Baca Juga:Sutarmidji Ingatkan Atlet Popda Kalbar 2022 Jaga Sportivitas
Beban yang besar ini pada akhirnya juga akan ditanggung oleh petani sawit karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel dengan harga CPO di pasar internasional.