Sungai Kapuas Terancam! Kapolda Diminta Turun Tangan Hentikan PETI di Sanggau, Oknum Aparat Turut Terlibat?

"Pengakuan ini mengindikasikan adanya praktik pungutan liar dan keterlibatan oknum dalam praktik PETI ini,"

Bella
Selasa, 20 Februari 2024 | 18:16 WIB
Sungai Kapuas Terancam! Kapolda Diminta Turun Tangan Hentikan PETI di Sanggau, Oknum Aparat Turut Terlibat?
Aktivitas PETI di Sungai Kapuas, Sanggau. (Walhi)

SuaraKalbar.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk turun tangan menghentikan maraknya penambangan emas tanpa izin di sepanjang Sungai Kapuas, Kabupaten Sanggau.

Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, menyampaikan keprihatinan atas aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang merugikan lingkungan dan meresahkan warga.

Adam mengungkapkan bahwa PETI terjadi di beberapa daerah seperti Desa Inggis, Desa Nanga Biang, Sungai Bemban Desa Lape, hingga Mapai Desa Semerangkai. Ia menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat terkait dengan praktik PETI, termasuk distribusi uang kepada warga untuk memuluskan kegiatan pertambangan ilegal.

"Dugaan keterlibatan oknum aparat terkait dengan praktik PETI yang marak terjadi menambah kompleksitas masalah. Misalnya, ada dugaan distribusi uang kepada warga untuk memuluskan praktik pertambangan ilegal di Sungai Kapuas," ujar Adam.

Baca Juga:Penjual di Dermaga Tepian Kapuas Buang Sampah ke Sungai, Warganet Resah

Walhi Kalbar mendesak Kapolri untuk mengambil langkah-langkah tegas dalam menangani masalah ini. Mereka berharap agar Kapolri dapat menindak para pelaku PETI dengan cepat dan efektif.

Menurut Adam, praktik PETI tidak hanya merugikan lingkungan dan meresahkan warga, tetapi juga memiliki dampak kesehatan yang serius. Limbah dari kegiatan pertambangan ilegal dapat mencemari sungai dan mengancam kesehatan masyarakat sekitar.

Saat diwawancarai, seorang pemilik alat tambang emas tradisional mengakui bahwa puluhan orang telah melakukan aktivitas PETI di sepanjang Sungai Bemban dan sekitarnya. Mereka diminta membayar iuran kepada para koordinator PETI hingga puluhan juta rupiah.

"Pengakuan ini mengindikasikan adanya praktik pungutan liar dan keterlibatan oknum dalam praktik PETI ini," katanya.

Maraknya aktivitas PETI telah menimbulkan kekhawatiran bagi warga yang menggunakan air sungai sebagai kebutuhan sehari-hari. Walhi Kalbar menekankan perlunya tindakan cepat dan tegas dari pihak berwenang untuk mengatasi masalah ini sebelum kerusakan lingkungan semakin parah dan merugikan masyarakat lebih lanjut. (Antara)

Baca Juga:WALHI Kalimantan Kritik Debat Cawapres: Lingkungan Hidup Dianggap Isu Pinggiran

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini