Cara penggunaannya dengan meniupkan napas kuat melalui lubang sumpit, sehingga anak panah melesat dengan akurat hingga jarak 200 meter.
Menurut budayawan Dayak Syaer Sua U Rangka, sumpit mencerminkan kearifan lokal karena pembuatannya membutuhkan ketelatenan dalam melubangi kayu ulin yang keras.
Sumpit awalnya digunakan untuk berburu hewan liar, tetapi pada masa penjajahan, senjata ini menjadi alat perlawanan yang ditakuti karena sifatnya yang senyap dan mematikan.
Hewan atau musuh yang terkena racun biasanya mati dalam hitungan menit.
Hingga kini, sumpit masih dilestarikan dalam festival budaya dan lomba menyumpit di Kalimantan Tengah, menunjukkan keahlian tradisional yang tetap hidup.
3. Talawang: Perisai Penuh Makna
Talawang adalah perisai tradisional suku Dayak yang terbuat dari kayu ulin, dikenal sebagai "kayu besi" karena kekuatan dan ketahanannya.
Dengan panjang 1-2 meter dan lebar sekitar 50 cm, Talawang dirancang untuk melindungi penggunanya dalam pertempuran.
Bagian luarnya dihiasi ukiran sakral, seperti motif burung tingang atau kamang (dewa perang Dayak), yang diyakini memiliki kekuatan magis untuk meningkatkan semangat bertempur.
Baca Juga:Sejarah dan Asal-Usul Suku Dayak: Jejak Leluhur di Kalimantan
Pegangan di bagian dalam memungkinkan pengguna memakainya dengan nyaman.
Menurut Husni Umberan dalam buku Sejarah Kebudayaan Kalimantan (1993), Talawang bukan sekadar alat pertahanan, tetapi juga simbol identitas budaya.
Kayu ulin yang ringan namun tahan lama menjadikannya pilihan ideal, dan ukiran warna-warni (kuning, merah, hitam) menambah nilai estetika.
Saat ini, Talawang lebih sering menjadi barang koleksi bernilai tinggi karena keindahan dan makna historisnya.
4. Lonjo: Tombak Serbaguna

Lonjo adalah tombak tradisional suku Dayak yang terdiri dari mata tombak besi, gagang kayu ulin, dan pengikat rotan.