Scroll untuk membaca artikel
Bella
Sabtu, 10 Februari 2024 | 08:00 WIB
Pulau Gelam. [Tim Liputan Investigasi Kolaborasi]

Menurutnya, jika kawasan konservasi berubah fungsi menjadi kawasan lain, seperti kermersil baik kegiatan pertambangan atau eksplorasi, maka akan berdampak terganggunya keseimbangan yang sudah ada, daya dukung lingkungan akan turun, penghasilan masyarakat turun karena ada sebagian masyarakat yang menggantungkan penghasilan mereka di situ juga.

“Daya tangkap juga berkurang, apa lagi nelayan di daerah itu hampir sebagian masyarakatnya nelayan kecil,” bebernya.

Kuarsa dan Pulau Rempang

Pasir kuarsa merupakan bahan alam yang memiliki banyak kegunaan dan manfaat dalam berbagai industri. Pasir yang terbentuk dari silika (SiO2) ini umumnya ditemukan dalam jumlah besar di kerak bumi.

Pasir kuarsa memiliki warna yang umumnya putih atau transparan, dengan butiran yang kasar dan tidak mudah hancur. Kandungan kuarsa dalam pasir kuarsa mencapai lebih dari 90%, membuatnya menjadi salah satu jenis pasir yang paling murni.

Baca Juga: Modus Menggangsir Penerbitan SKT Pulau Gelam

Pasir kuarsa memiliki kegunaan di antaranya, sebagai kontruksi campuran beton dan mortir untuk meningkatkan kekuatan dan stabilitas struktur. Industri kaca, industri kimia, di mana pasir ini digunakan dalam produksi berbagai bahan kimia seperti silikon, silikon karbida, dan silikon dioksida.

Selain itu juga digunakan sebagai filtrasi air, Industri minyak dan gas dalam proses pengeboran sumur minyak dan gas untuk menjaga kestabilan dinding sumur.

Di pasar internasional, dikutip dari Indonesian.alibaba.com, harga satu ton pasir kuarsa dengan tingkat kemurnian 99 persen, berkisar antara USD 630,00 sampai USD 730,00, atau sekitar Rp 10.950.00 (USD1=Rp15.000).

Tidak heran jika banyak perusahaan pertambangan non logam memburu pasir ini. terlebih saat pemerintah Indonesia menjadikan Pulau Rempang sebagai industri pengolahan pasir kuarsa besar-besaran.

Di Kalimantan Barat, selain di Pulau Gelam, izin pertambangan eksplorasi pasir kuarsa mulai marak. Tepatnya setelah pemerintah pusat mendelegasikan kewenangan pemerintah provinsi dalam penerbitan izin pertambangan non logam.

Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud, Ini Pesan Ahok untuk Anak Kalimantan

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kalimantan Barat, Syarif Khamaruzaman mengatakan, saat ini mulai banyak perizinan tambang pasir kuarsa di Kalimantan Barat, terutama pada saat adanya penedelegasian dari pusat ke pemerintah provinsi.

“Pasir kuarsa ini mulai booming, ya karena setelah pemerintah pusat membuka pabrik silica di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Untuk di Kalbar, rata-rata izinnya baru pada tahap eksplorasi,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan pemberhati Pertambangan Kalimantan Barat, Ismail. menurut dia, pertambangan pasir kursa menjadi salah satu komoditi yang diminati saat ini. Terutama pada jalur atau sabuk granit. Semisal daerah Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Tengah, dan sedikit di Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat).

“Saya berasumsi ada fenomena demam silika. Karena silika dianggap mendatangkan keuntungan dikemudian hari,” kata Ismail.

Menurut dia, selain di dalam sabuk granit, izin pertambangan pasir kuarsa juga terdapat di sejumlah daerah. Di Kabupaten Sambas misalnya. Setidaknya ada 10 perizinan eksplorasi pasir kuarsa yang diterbitkan Gubernur Kalimantan Barat.

“Padahal kita harus tahu, mengajukan izin itu harus ada jaminan kesungguhan eksplorasi yang dihitung dari luasan izin. Bisa saja nilainya ratusan juta bahkan miliaran tergantung luasannya,” bebernya.

Load More