Scroll untuk membaca artikel
Bella
Kamis, 15 Februari 2024 | 17:58 WIB
Potret aktivitas nelayan Cempedak. (Tim Liputan Investigasi)

Matahari sudah terasa membakar kulit, siang itu Salmin memutuskan untuk mencari tempat untuk menyantap bekal makan siang.

Di pulau Gelam masih terdapat beberapa pondok sementara milik nelayan. Pondok itu biasanya digunakan untuk nelayan menginap sekitar seminggu, sebelum kembali ke Pulau Cempedak. Hasil tangkap dijual ke Kendawangan.

Tak hanya nelayan Pulau Cempedak, beberapa nelayan yang tinggal di sekitar pesisir Kendawangan juga mencari ikan di kawasan ini. Potensi ikan di perairan pulau ini cukup banyak. Selain itu, ada pula jenis ranjugan dan lobster yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi.

Pada musim lobster di bulan Juni dan Juli, setiap tahunnya Pulau Gelam menjadi ramai dengan nelayan.

Baca Juga: Pulau Gelam: Pasir Kuarsa akan Ditambang, Nelayan Tradisional Terancam

Sambil menghidupkan mesin, Salmin terus mengemudikan lepeh perlahan menuju tepian pantai, birunya air laut bak cermin memudahkan saya dapat melihat sampai ke dasar pantai yang terdapat terumbu karang dan juga padang lamun. Salmin berkisah, dulu ketika padang lamun masih sangat rapat, lepeh sampai tak bisa lewat. Perahu bisa kandas jika tersangkut lamun.

Tiba-tiba Tono berteriak, “bang…bang coba liat itu penyu.” Terlihat kepala penyu timbul di permukaan laut. Pulau Gelam merupakan rumah bagi berbagai jenis penyu, keberadaan padang lamun menjadi sumber pakan bagi penyu di Gelam. Hampir setiap 5 menit, terlihat aktivitas penyu naik kepermukaan untuk mengambil oksigen disepanjang pantai Pulau Gelam.

Matahari sudah tepat di atas kepala meningkahi suara mesin lepeh, Salmin dan Tono memutuskan untuk menambatkan perahu dan makan siang. Sesampainya di tepi pantai, kami duduk di bawah sebuah pohon besar rindang sambil melahap bekal makan siang.

Keindahan pantai pulau Gelam dengan putihnya pasir pantai, membuat suasana makan siang kami semakin nikmat. Terdengar suara mesin dari arah belakang kami, tampak beberapa orang dengan menggunakan helm dan berseragam sedang mengawal sebuah mesin yang berjalan sangat lambat.

“Itu orang perusahaan bang, mereka sedang mengeluarkan mesin-mesin bor dari dalam pulau, butuh waktu seharian mereka untuk mengeluarkan mesin-mesin pengebor tersebut,” jelas Tono.

Baca Juga: Nelayan Perempuan Pulau Gelam Paling Terancam Tambang

Sejak kegiatan eksplorasi tambang pasir selika dimulai pada tahun 2022, ada dua lokasi kamp karyawan yang dibangun di pulau Gelam, kamp-kamp sementara itu dibangun menggunakan dinding dan atap terpal, sebelumnya di Gelam ramai oleh aktivitas orang perusahaan yang berjumlah sekitar ratusan karyawan.

Menurut Tono, karena izin eksplorasinya mulai habis, sekarang tinggal satu lokasi kamp yang masih beraktivitas dan tersisa lima mesin pengebor dengan beberapa jumlah karyawan yang terlihat kurang lebih 20 orang.

Kamp terakhir ini tampak merupakan kamp utama bagi karyawan karena selain pondok terpal, terlihat juga pondok utama yang terbuat dari kayu dan atap seng, khusus bagi pimpinan karyawan. Kamp ini dilengkapi beberapa fasilitas seperti pondok pengolahan sampel, dapur, kamar mandi, toilet dan juga mushola.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) nomor 93.K/MB.01/MEM.B/2022, dengan luas konsensi 839,0 Ha, dengan target 1.808.625 ton/tahun, PT Sigma Selica Jaya Raya (SSJ) dan PT Inti Tama Mineral (PT ITM) memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap eksplorasi dan Wilayah Izin Usaha Pertambang (WIUP) tambang pasir kuarsa di kawasan pesisir Pulau Gelam.

Menurut informasi masyarakat, sudah ada 150 galian dengan kedalaman hingga 6 meter untuk mengambil sampel pasir dari proses eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Setelah menghabiskan makan siang, saya diajak Tono berkeliling melihat aktivitas dan sekitar bangunan kamp. Tampak alat pengebor yang tadi dikawal sudah terpakir rapi di belakang kamp, beberapa pipa paralon berwarna hitam berserakan dengan ujungnya yang terhubung ke dalam sumur.

Load More