Pulau Gelam Terancam, Dugong Bernasib Kelam

Kalau lihat duyung, atau dugong, pernah, tapi kalau nangkap nda pernah,

Bella
Sabtu, 10 Februari 2024 | 15:00 WIB
Pulau Gelam Terancam, Dugong Bernasib Kelam
Dugong. [AAMP / AFP]

Di tahun 2022, WeBe juga merilis 11 titik perjumpaan dugong di kawasan konservasi Kendawangan. Dari data tersebut, terdapat 1 laporan perjumpaan dugong dalam kondisi hidup di timur laut Pulau Gelam dan 5,2 mil atau 8 kilometer dari Pulau Gelam.

Kemudian, di Pulau Sawi tercatat laporan dari tim patroli dan nelayan terdapat perjumpaan dengan dugong kurang dari 5 kali. Tidak jauh dari Pulau Sawi, sekitar 5,9 mil atau 9 km, WeBe juga mendapat laporan perjumpaan dengan dugong dan berhasil di dokumentasikan dalam bentuk video.

Di Pulau Cempedak sendiri terdapat 2 titik laporan perjumpaan dengan dugong. Terakhir, titik perjumpaan dengan dugong paling banyak ditemukan di Pulau Bawal dengan total laporan 6 perjumpaan, 5 dalam keadaan hidup dan 1 ditemukan mati. Insiden kematian ini juga ditemukan langsung oleh tim patroli WeBe.

Tim patroli yang dibentuk oleh WeBe merupakan pendampingan bersama dengan masyarakat pulau sekitar dalam rangka membentuk patroli pastisipatif. Pokdarwis, sebagai tim patroli yang melibatkan masyarakat lokal, memiliki peran krusial dalam pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan di sekitar Pulau Gelam yang kemudian akan dilaporkan kepada WeBe.

Baca Juga:Praktik Pasir Kuarsa Rempang di Pulau Kalimantan

“Jadi pendampingan ini merupakan pendampingan jangka panjang. Kita sejak tahun 2014 sudah beraktivitas, jadi bukan cuma sekali dua kali saja. Kegiatan-kegiatan yang kita kembangkan itu mulai dari usaha pariwisata, usaha budaya, usaha konservasi. Ada atau tidak adanya dugong, kita akan tetap beraktivitas,” kata Setra.

Ia juga menyebutkan karena dugong merupakan salah satu fauna laut yang langka dan dilindungi, sehingga menjadi catatan khusus ketika tim patroli secara tidak sengaja berjumpa.

Salah satu anggota Pokdarwis, Soehendra (33), menjelaskan bahwa kegiatan patroli dilakukan setiap hari, bersamaan dengan perginya nelayan ke laut sehingga tidak memiliki waktu khusus. Dalam sebulan, Pokdarwis bisa 5 hingga 6 kali berjumpa dengan dugong.

Laporan terbaru dari Pokdarwis, seekor dugong tidak sengaja tertangkap oleh jaring seorang nelayan, Udin, pada 11 Desember 2023. Lokasi tertangkapnya di Pasir Merah, Pulau Bawal dengan bobot 30 kg dan panjang 80 cm. Ketika ditemukan, dugong dalam keadaan hidup dan langsung dilepaskan oleh Udin.

Makna dari Kawasan Konservasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Baca Juga:Modus Menggangsir Penerbitan SKT Pulau Gelam

Sedangkan dalam Peraturan Mentri Kelautan dan Perairan RI No. 25 Tahun 2021 menyebutkan bahwa Zona Inti adalah bagian dari Kawasan Konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilindungi, yang ditujukan untuk pelindungan habitat dan populasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian.

Merujuk pada pernyataan Arie, ketika ada aktivitas tambang di Pulau Gelam yang termasuk dalam kawasan konservasi dan zona inti, maka target dari zona inti itu sendiri akan hilang karena dinilai tidak bisa menjaga ekosistem disana.

“Konservasi itu adalah bagaimana kita menjaga lingkungan dan kawasan yang ada di zona yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan atau kesatuan alam yang dilindungi. Jika kawasan konservasi berubah fungsi menjadi kawasan lain, seperti komersil baik kegiatan pertambangan atau eksplorasi tentunya akan memiliki dampak,” kata Arie.

Beberapa dampak yang akan terjadi yakni menganggu keseimbangan yang sudah ada, daya dukung lingkungan akan turun dan penghasilan masyarakat juga menurun karena ada sebagian masyarakat yang menggantungkan penghasilan mereka dari sana, serta daya tangkap nelayan juga akan berkurang.

“Saat ini kita sulit untuk berpikir bahwa ada pertambangan, maka ekosistem akan baik-baik saja karena ketika di suatu ekosistem ada banyak biota yang menggantungkan hidupnya disitu dan saat ekosistem itu hilang, maka keberadaan biota yang awalnya menjadi ciri khas kawasan juga akan menghilang,” pungkasnya.

Dwi juga menuturkan bahwa ketika ada perusahaan tambang yang masuk di Pulau Gelam, maka akan ada aktivitas yang dapat menganggu ekosistem disana seperti lalu lintas kapal di dalam kawasan bisa menjadi ancaman dugong tertabrak mengingat bahwa dugong bukan spesies aktif melompat seperti lumba-lumba. Kemudian limbah yang dihasilkan dari kapal seperti minyak dan oli juga berpengaruh. Selain itu, aktivitas kapal yang keluar masuk juga membuat sedimentasi semakin tinggi sehingga visibilitas air menjadi semakin keruh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini