Mengungkap Praktik Gelap Perdagangan Satwa Dilindungi: Bagaimana Orangutan dan Kukang Berakhir di Nanga Pinoh?

Informasi yang didapat, pelaku akan melakukan transaksi jual beli dengan harga Rp13,5 Juta terhadap Orangutan tersebut

Bella
Jum'at, 23 Agustus 2024 | 14:25 WIB
Mengungkap Praktik Gelap Perdagangan Satwa Dilindungi: Bagaimana Orangutan dan Kukang Berakhir di Nanga Pinoh?
Ilustrasi Kukang ketika akan Memanjat Pohon (wikipedia)

SuaraKalbar.id - Penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Kalimantan berhasil mengamankan MA (34), pelaku perdagangan ilegal satwa, di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat pada Jumat, 16 Agustus 2024.

Penangkapan MA dilakukan di depan Toko ATM Bank BNI, Nanga Pinoh, saat ia hendak melakukan transaksi jual beli satwa langka, yaitu Orangutan (Pongo pygmaeus) dan Kukang (Nycticebus).

Tim Cyber Patrol Ditjen Gakkum Kalbar sebelumnya menemukan informasi tentang penjualan Orangutan melalui sebuah postingan di Facebook. Petugas kemudian menyamar sebagai calon pembeli untuk melancarkan operasi tersebut.

Meskipun pelaku tidak membawa barang bukti saat penangkapan, Tim Gakkum segera melakukan pengeledahan di rumah pelaku dan menemukan dua ekor Orangutan serta satu ekor Kukang yang telah dipacking untuk dijual.

Baca Juga:Heboh Orangutan Betina Ditemukan Mati di Kayong Utara, Ini Penyebabnya

Rasio Ridho Sani, Kepala Dirjen Penegakan Hukum KLHK, menegaskan pentingnya penangkapan ini untuk memutus rantai perdagangan satwa dilindungi.

"Informasi yang didapat, pelaku akan melakukan transaksi jual beli dengan harga Rp13,5 Juta terhadap Orangutan tersebut. Kemudian setelah diamankan kami juga menemukan adanya satwa lain yaitu Kukang," kata Sani dalam konferensi pers pada 22 Agustus 2024.

Sani juga menekankan bahwa Orangutan memiliki peran penting dalam ekosistem dan kehilangan satu individu, terutama induk, dapat berdampak signifikan terhadap reproduksi dan kelangsungan hidup spesies ini.

"Kehilangan satu induk dapat memperlambat proses reproduksi dan penambahan individu di alam selama 5-7 tahun ke depan," tambahnya.

Saat ini, pelaku MA ditahan di Rutan Kelas II A Pontianak dan akan dijerat dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo. Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo. Pasal 40A Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Pelaku diancam dengan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp3,5 miliar.

Baca Juga:Viral Oknum Pegawai Bea Cukai Diduga Seludupkan Ratusan Satwa Dilindungi di Kalbar

David Muhammad, Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan, menegaskan bahwa tindakan pelaku merupakan Tindak Pidana Kehutanan.

“Pelaku akan dijerat dengan ancaman hukum pidana penjara selama 5 tahun dan denda hingga Rp 3,5 Miliar,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini