Dohong digunakan untuk pertarungan jarak dekat, berburu, dan bercocok tanam pada masa lalu.
Kini, senjata ini menjadi benda pusaka yang langka, hanya dimiliki oleh tokoh adat seperti basir atau damang, dan sering muncul dalam ritual seperti upacara Tiwah.
Proses pembuatannya harus selesai dalam waktu ganjil, mencerminkan kepercayaan spiritual masyarakat Dayak.
Kesimpulan
Senjata tradisional suku Dayak—Mandau, Sumpit, Talawang, Lonjo, dan Dohong—adalah bukti nyata kekayaan budaya dan keterampilan mereka.
Dari fungsi praktis seperti berburu dan berperang hingga nilai simbolis sebagai identitas dan warisan leluhur, senjata-senjata ini terus dilestarikan.
Sumber kredibel seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, buku sejarah, dan tradisi lisan memperkuat pemahaman kita tentang pentingnya senjata ini.
Di era modern, senjata Dayak tidak lagi digunakan untuk perang, tetapi tetap hidup dalam upacara adat, festival budaya, dan sebagai bagian dari jati diri suku Dayak yang gagah berani.