Scroll untuk membaca artikel
Bella
Rabu, 14 Februari 2024 | 08:35 WIB
Salah satu nelayan perempuan yang tinggal di Pulau Cempedak. (Tim Liputan Investigasi)

“Kalau belajar dari penambangan kuarsa lainnya kerusakannya terjadi pada darat dan laut. Kerusakan penurunan ketinggian daratan, berkurangnya garis pantai. Kerusakan ekosistem terumbu karang dan lamun,” pungkasnya.

Perempuan Paling Terdampak

Perempuan menjadi pihak yang rentan terdampak dari kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang. Kerusakan yang ditimbulkan tambang pasir kuarsa akan memberikan beban tambahan kepada kaum perempuan di pesisir sekitar perairan Pulau Gelam.

Pemerhati isu perempuan & politik lingkungan, Julia, menilai kehadiran tambang pasir tentunya akan berdampak kepada nelayan perempuan umumnya, terutama berdampak pada pendapatan nelayan.

“Yang akan terjadi lebih kepada jumlah income yang dibawa oleh suami nelayan mereka, yang berdampak kepada pendapatan rumah tangga,” katanya.

Baca Juga: Pulau Gelam Ditambang, Penyu Ikut Terancam Menghilang

Keberadaan perempuan nelayan sangat penting di dalam aktivitas perikanan. Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) pada November 2015 mencatat, sedikitnya 48 persen pendapatan keluarga nelayan dikontribusikan oleh perempuan nelayan. Dalam pada itu, 17 jam dimanfaatkan perempuan nelayan untuk bekerja. Fakta lain juga menunjukkan sekitar 47 persen dari jumlah perempuan nelayan yang bekerja di bagian pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan.

Dalam studi yang dilakukan oleh Kiara, ditemukan fakta bahwa perempuan nelayan sangat berperan di dalam rantai nilai ekonomi perikanan, mulai dari pra-produksi sampai dengan pemasaran. Pertama, pra-produksi. perempuan nelayan berperan dalam menyiapkan bekal melaut. Kedua, produksi. Sebagian kecil perempuan nelayan melaut.

Adapun ketiga, pengolahan. Perempuan nelayan berperan besar dalam mengolah hasil tangkapan ikan dan/atau sumber daya pesisir lainnya. Keempat, pemasaran. Peran perempuan nelayan amat sangat besar, mulai memilah, membersihkan, dan menjual.

Pegiat Sosial, Arniyanti menilai perempuan Nelayan juga dihadapkan dengan stereotype bahwa profesi nelayan oleh perempuan hanya sebagai orang yang “membantu” bukan profesi layaknya nelayan laki-laki. Jadi kalau saat ini pun terjadi aktivitas tambang pada tempat nelayan perempuan menghidupi kebutuhannya, maka hal ini berdampak pada sumber penghidupannya.

“Perempuan, terlebih nelayan perempuan sudah punya beban ganda, yakni waktu kerja perempuan nelayan tidak hanya untuk kegiatan ekonomi tetapi juga non ekonomi alias kegiatan rumah tangga (domestik), sementara nelayan perempuan sebenarnya mampu berkontribusi lebih, tidak hanya pada ekonomi keluarga tetapi dengan banyaknya upaya penyelamatan lingkungan hidup,” paparnya.

Baca Juga: Pulau Gelam Terancam, Dugong Bernasib Kelam

Menurutnya, tidak hanya soal ekonomi, tapi perempuan adalah sosok yang menghantarkan makanan, atau yang mengatur keberlangsungan hidup dalam rumah tangga. Artinya ketika aktivitas tambang saat ini memungkinkan memberikan dampak buruk bagi sumber penghidupannya, maka perempuan akan mendapatkan beban tambahan lagi dalam mengatur strategi penghidupan atau keberlangsungan hidup dalam rumah tangganya tersebut.

Load More