Scroll untuk membaca artikel
Bella
Rabu, 14 Februari 2024 | 08:35 WIB
Salah satu nelayan perempuan yang tinggal di Pulau Cempedak. (Tim Liputan Investigasi)

Tolak Kehadiran Tambang

Perairan di sekitar Pulau Gelam masuk dalam zona inti berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 91/KEPMEN-KP/2020 tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kendawangan dan perairan sekitarnya. Berdasarkan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Taman Pulau Kecil Kendangan, yang dirilis oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, terdapat padang lamun yang memiliki tutupan tergolong kategori padat. Penentuan lokasi zona inti di perairan di Pulau Gelam ini guna melakukan kegiatan rehabilitasi dan penjagaan ekosistem penting tersebut

Selain padang lamun, dari dokumen RPZ tersebut diketahui Pulau Gelam memiliki mangrove, yang merupakan ekosistem yang tidak kalah penting dalam lingkungan perairan. Keberadaannya adalah sebagai daerah pemijahan ikan, dan juga penyedia nutrien bagi biota yang berasosiasi dengannya, seperti kerang, ikan kecil, dan juga biota perairan lainnya,

Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem perairan di Pulau Gelam, maka kehadiran tambang juga ditolak oleh sejumlah pihak. Salah satunya adalah datang dari kalangan pemerhati lingkungan dan konservasi. Setra Kusumardana, Program Director Yayasan Webe Konservasi Ketapang mengatakan pihaknya telah menyampaikan nota protes terkait aktivitas eksplorasi tambang di pulau kecil tersebut.

“Nota protes itu berisi mengapa kami menolak adanya kegiatan (aktivitas tambang). Dari Webe menyurati ke Dinas terkait, antara lain Dinas LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan),” terangnya.

Baca Juga: Pulau Gelam Ditambang, Penyu Ikut Terancam Menghilang

Pihaknya menolak kegiatan penambangan di pulau kecil karena bertentangan dengan undang-undang pengelolaan pulau kecil. Melalui nota tersebut, pihaknya juga memaparkan potensi kerusakan yang akan diakibatkan dari aktivitas pertambangan tersebut. Utamanya, kerusakan yang mungkin terjadi pada ekosistem perairan sekitar pulau, satwa-satwa dilindungi seperti penyu dan dugong, hingga berkurangnya sumber daya laut yang menjadi tumpuan hidup nelayan.

“Kalau belajar dari penambangan kuarsa lainnya kerusakannya terjadi pada darat dan laut. Kerusakan penurunan ketinggian daratan, berkurangnya garis pantai. Kerusakan ekosistem terumbu karang dan lamun,” pungkasnya.

Perempuan Paling Terdampak

Perempuan menjadi pihak yang rentan terdampak dari kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang. Kerusakan yang ditimbulkan tambang pasir kuarsa akan memberikan beban tambahan kepada kaum perempuan di pesisir sekitar perairan Pulau Gelam.

Pemerhati isu perempuan & politik lingkungan, Julia, menilai kehadiran tambang pasir tentunya akan berdampak kepada nelayan perempuan umumnya, terutama berdampak pada pendapatan nelayan.

“Yang akan terjadi lebih kepada jumlah income yang dibawa oleh suami nelayan mereka, yang berdampak kepada pendapatan rumah tangga,” katanya.

Baca Juga: Pulau Gelam Terancam, Dugong Bernasib Kelam

Keberadaan perempuan nelayan sangat penting di dalam aktivitas perikanan. Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) pada November 2015 mencatat, sedikitnya 48 persen pendapatan keluarga nelayan dikontribusikan oleh perempuan nelayan. Dalam pada itu, 17 jam dimanfaatkan perempuan nelayan untuk bekerja. Fakta lain juga menunjukkan sekitar 47 persen dari jumlah perempuan nelayan yang bekerja di bagian pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan.

Dalam studi yang dilakukan oleh Kiara, ditemukan fakta bahwa perempuan nelayan sangat berperan di dalam rantai nilai ekonomi perikanan, mulai dari pra-produksi sampai dengan pemasaran. Pertama, pra-produksi. perempuan nelayan berperan dalam menyiapkan bekal melaut. Kedua, produksi. Sebagian kecil perempuan nelayan melaut.

Adapun ketiga, pengolahan. Perempuan nelayan berperan besar dalam mengolah hasil tangkapan ikan dan/atau sumber daya pesisir lainnya. Keempat, pemasaran. Peran perempuan nelayan amat sangat besar, mulai memilah, membersihkan, dan menjual.

Pegiat Sosial, Arniyanti menilai perempuan Nelayan juga dihadapkan dengan stereotype bahwa profesi nelayan oleh perempuan hanya sebagai orang yang “membantu” bukan profesi layaknya nelayan laki-laki. Jadi kalau saat ini pun terjadi aktivitas tambang pada tempat nelayan perempuan menghidupi kebutuhannya, maka hal ini berdampak pada sumber penghidupannya.

“Perempuan, terlebih nelayan perempuan sudah punya beban ganda, yakni waktu kerja perempuan nelayan tidak hanya untuk kegiatan ekonomi tetapi juga non ekonomi alias kegiatan rumah tangga (domestik), sementara nelayan perempuan sebenarnya mampu berkontribusi lebih, tidak hanya pada ekonomi keluarga tetapi dengan banyaknya upaya penyelamatan lingkungan hidup,” paparnya.

Menurutnya, tidak hanya soal ekonomi, tapi perempuan adalah sosok yang menghantarkan makanan, atau yang mengatur keberlangsungan hidup dalam rumah tangga. Artinya ketika aktivitas tambang saat ini memungkinkan memberikan dampak buruk bagi sumber penghidupannya, maka perempuan akan mendapatkan beban tambahan lagi dalam mengatur strategi penghidupan atau keberlangsungan hidup dalam rumah tangganya tersebut.

Load More