Presiden Afghanistan: Lebih Baik Pergi Untuk Menghindari Pertumpahan Darah

Ashraf Ghani angkat kaki saat Taliban menyerbu Kabul.

Husna Rahmayunita
Senin, 16 Agustus 2021 | 08:29 WIB
Presiden Afghanistan: Lebih Baik Pergi Untuk Menghindari Pertumpahan Darah
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. (Antaranews.com)

SuaraKalbar.id - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negaranya ketika pasukan Taliban menyerbu ibu kota Kabul, Minggu (15/8/2021)

Ashraf Ghani pun buka suara atas keputusannya yang dianggap kabur tersebut. Ia mengklaim apa yang dilakukan untuk mencehah pertumpahan darah di Kabul, Afghanistan.

"Untuk menghindari pertumpahan darah, saya pikir lebih baik pergi," ungkapnya seperti dilaporkan Al Jazeera.

Pada Minggu, situasi di Kabul kian mencekam lantaran serbuan Taliban yang memasuki pusat pemerintahan Afghanistan tersebut. Bahkan mereka juga sudah menduduki istana kepresidenan.

Baca Juga:Pasukan Taliban Kepung Kota Kabul, Ingin Ambil Alih Kekuasaan Secara Damai

Tindakan Ashraf Ghani yang melarikan diri saat situasi tak aman, membuat pihak pertahanan murka.

Dikabarkan, Ashraf Ghani pergi ke Tajikistan saat Taliban memasuki Kabul. Namun, Kantor Kepresidenan Afghanistan tak memberikan keterangan lebih lanjut terkait kepergian sang presiden.

Kepanikan Warga Ibu Kota Afghanistan, Kabul setelah Pasukan Taliban kembali masuk ke wilayah itu pada Minggu (15/8/2021). [Antara]
Kepanikan Warga Ibu Kota Afghanistan, Kabul setelah Pasukan Taliban kembali masuk ke wilayah itu pada Minggu (15/8/2021). [Antara]

Sosok Ashraf Ghani

Ashraf Ghani berasal dari etnis mayoritas Pashtun. Pria 72 tahun itu merupakan ahli antropologi didikan Amerika Serikat (AS). Dia menempuh program doktor di Universitas Columbia, New York.

Dia pernah dinobatkan sebagai salah satu dari "100 Pemikir Global Teratas di Dunia" oleh majalah Foreign Policy pada 2010.

Baca Juga:Taliban Mengepung Kabul, Presiden Ashraf Ghani Tinggalkan Afghanistan

Jalan menuju kursi presiden Afghanistan diperjuangkannya dengan berat. Dia menghabiskan hampir seperempat abad hidupnya di luar negeri selama beberapa dekade kekuasaan Soviet yang bergejolak, perang saudara, dan tahun-tahun Taliban berkuasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini