Warga Lapor Polisi
Penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) di Pulau Gelam Desa Kendawangan Kiri Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat hingga kini masih menjadi tanda tanya.
Satu diantara tokoh masyarakat Kendawangan Ketapang H. Asmuni menyampaikan, bahwa sampai saat ini, warga masih belum mengetahui siapa saja yang memiliki atau namanya tercantum dalam SKT tersebut.
Karena tidak adanya transparansi terkait penerbitan SKT tersebut, diduga SKT yang diterbitkan ini merupakan SKT fiktif. Bahkan warga telah melaporkan hal tersebut kepada Polda Kalbar.
"Kami sudah membuat laporan ke Polda dari bulan Juni 2023, namun belum berkembang, masih dalam lidik. Nah yang saya tekankan pada laporan ini adalah saya minta usut tuntas pembuatan SKT yang diduga fiktif itu, karena mereka yang membuat SKT tidak dibuka secara transparan kepada masyarakat yang punya hak di sana," ujarnya saat diwawancara.
Baca Juga:Pelaku Pencurian Sawit Nekat Tembak Polisi di Ketapang, Begini Kondisinya
Bahkan kata H. Lakok panggilan karibnya, mengaku dirinya lahir Pulau Gelam pada tahun 1962, orang tua dan kakeknya sudah tinggal disana dan memiliki tanah di Pulau Gelam. Namun karena tidak adanya akses pendidikan dan kesehatan disana, warga terpaksan harus pindah ke pulau terdekat seperti Pulau Cempedak, Kendawangan dan pusat Kota untuk mendapatkan akses pendidikan dan kesehata yang layak.
Akan tetapi, dirinya tidak menyangka akan penerbitan SKT oleh Pemerintah Desa Kendawangan Kiri tanpa sepengetahuan masyarakat yang memilki hak disana. Ia menyebut berdasarkan informasi yang didapat, bahwa sudah sebanyak kurang lebih 300 SKT yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Desa Kendawangan Kiri. Penerbitan SKT tersebut kata Asmuni, masih baru sekitar tahun 2022 lalu.
"SKT ini masih baru diterbitkan, begitu ada perusahaan tambang masuk, baru dibuat. Sehingga yang dipertanyakan dasar penerbitan SKT ini apa," ucap pria kelahiran 1962 di Pulau Gelam itu.
Bahkan kata Asmuni, sepanjang yang dia ketahui, warga di Pulau Gelam waktu itu belum sampai mencapai jumlah 300 penduduk.
"SKT yang diterbitkan desa sebanyak 300 lebih . Sedangkan penduduk Pulau Gelam yang asli punya sejarah di sana tidak sampai segitu. Maka kita minta dibuka secara transparan SKT ini atas nama siapa-siapa saja. Karena sampai saat ini kami belum tahu siapa-siapa saja yang punya SKT ini," ujarnya.
Baca Juga:Hadir di Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud, Ini Pesan Ahok untuk Anak Kalimantan
"Bahkan tidak ada masyarakat yang dilibatkan atau istilahnya diukur di lapangan, karena kan kalau SKT ini setiap diterbitkan harus ada lampiran kiri, kanan, timur, barat di SKT juga ada saksi-saksi, patok batas. Saya lihat enggak ada mereka lakukan, hanya main buat aja,” timpalnya.
Susyanto yang juga merupakan tokoh masyarakat Kecamatan Kendawanagan sekaligus Ketua PAC Pemuda Pancasila menerangkan, bahwa pihaknya juga sudah memberikan keterangan kepada pihak kepolisian yakni Polda Kalbar terkait laporannya. Namun ia mengaku, bahwa laporan tersebut hingga saat ini masih mandek dan tidak ada tindak lanjut dari pihak kepolisian.
“Sudah dilaporkan ke Polda kebetulan saya sebagai saksi untuk memberikan keterangan ke polda. Disitu kita sudah memenuhi panggilan dari Polda dan memberikan keterangan sekitar tiga jam dan bukan hanya saya sendiri yang memberikan keterangan terkait Pulau Gelam. Namun sampai saat ini belum pernah mendengar sejauh mana proses itu dilakukan. Sehingga saya pernah menyampaikan, bahwa ini seolah-olah mati suri, tidak ada tindak lanjut. Tolong lah aturan ini harus tajam ke atas, jangan tajam ke bawah, kasian masyarakat,” ungkapnya.
Alasan melaporkan persoalan tersebut ke Polda Kalbar, lanjut Susyanto, karena penerbitan SKT yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Kendawangan Kiri ini tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat secara luas sehingga diduga SKT fiktif.
Penerbitan SKT itu terjadi, lanjut Susyanto, baru tampak saat adanya perusahaan tambang dan pasir kuarsa tersebut masuk dan melakukan ekplorasi sebagai sample untuk ekploitasi dan beroperasinya perusahaan tersebut. Sehingga muncul ratusan SKT.
“Yang mana pembuatan SKT ini tidak transparan. Seharusnya menurut saya ketika pengeluaran SKT itu harus ada verifikasi ke lapangan untuk menentukan keabsahan hak milik si a si b atau si d. Jadi ketika ada munculnya SKT tanpa sepengetahuan sepeti itu atau hanya segelintir orang yang mengetahui itu, saya anggap ini SKT fiktif,” ungkapnya.