SuaraKalbar.id - Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap seorang anak perempuan berusia 4 tahun di Pontianak kini resmi diambil alih oleh Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Barat (Kalbar).
Langkah ini diambil menyusul belum adanya titik terang mengenai siapa pelaku yang sebenarnya, meskipun proses penyidikan telah berlangsung cukup lama dan kompleks di Polresta Pontianak.
Sebelumnya, ibu korban yang bekerja di Malaysia melayangkan surat terbuka melalui media sosial yang ditujukan langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Dalam surat tersebut, sang ibu menyampaikan rasa kecewanya terhadap lambannya penanganan kasus yang menimpa putrinya. Surat itu pun viral dan menyita perhatian publik luas.
Baca Juga:Anak TKW asal Pontianak Tertular Penyakit Akibat jadi Korban Kekerasan Seksual, Kasus Mandek Setahun
![Ilustrasi kekerasan seksual [freepik.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/09/58086-ilustrasi-kekerasan-seksual-freepikcom.jpg)
Menanggapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Wawan Darmawan, menggelar konferensi pers pada Selasa malam, 29 Juni 2025.
Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sebelas orang saksi, termasuk dua orang yang patut diduga sebagai pelaku.
Selain itu, tiga ahli turut dimintai keterangan untuk menguatkan penyelidikan, yakni seorang ahli kulit dan kelamin, ahli forensik, serta seorang psikolog.
“Lie detector juga sudah kita lakukan terhadap kedua terduga pelaku, karena keduanya tidak mengakui perbuatannya,” jelas Kompol Wawan kepada awak media.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah korban mengeluh sakit pada bagian tubuhnya dan kemudian diperiksa oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.
Baca Juga:Polda Kalbar Mendominasi Apresiasi Kreasi Polri: Kebanggaan Nasional dari Bumi Khatulistiwa
Dari hasil pemeriksaan medis, korban didiagnosis mengidap penyakit gonore. Atas temuan itu, korban dibawa melapor ke Polresta Pontianak.
Dalam keterangannya awal, korban menyebutkan inisial pelaku adalah C. Namun seiring berjalannya pemeriksaan, korban kemudian mengubah keterangannya dan menyebut inisial A sebagai pelaku.
Perubahan ini membuat penyidik berhati-hati dalam menetapkan tersangka.
“Namun seiring waktu, dalam pemeriksaan lanjutan maupun tambahan, korban mengubah keterangannya. Nama pelaku yang awalnya C, berubah menjadi A. Ini yang membuat kami sebagai penyidik ragu untuk menetapkan tersangka,” bebernya.
Kompol Wawan juga mengungkap bahwa perkara ini telah digelar sebanyak dua kali di internal Polresta Pontianak, satu kali di Kejaksaan, dan satu kali di Direktorat Reskrimum Polda Kalbar.
Namun hasil dari keseluruhan gelar perkara belum menghasilkan kesimpulan final mengenai pelaku.