Tim kolaborasi investigasi menemui Syarif Khamaruzaman, selaku kepala Dinas ESDM provinsi Kalimantan Barat. Dia mengatakan, “sampai hari ini, kita tidak tahu sampai dimana proses amdal itu. kami, selama itu berproses pulau gelam di provinsi, tidak pernah mengeluarkan satu surat pun. Kalaupun mereka mau melakukan peningkatan dari eksplorasi ke operasi produksi, syaratnya harus dipenuhi dengan Amdal dan dokumen lainnya, Sebenarnya kalau saya lihat di Pulau gelam, karena sudah ada tegak lurus aturan sampai kapan pun tidak mungkin bisa terbit, karena konservasi pulau.”
Dia menjelaskan jika proses perizinan tambang harus melalui tiga tahap, yang Pertama IUP, Setelah IUP Eksplorasi Berarti ada IUP eksplorasi. Setelah IUP ekspolorasi maka tahap selanjutnya adalah IUP Operasi Produksi.
Pada saat mendapatkan IUP untuk mendapatkan iup eksplorasi, itu harus didahului dokumen lingkungan. Kenapa mereka bekerja di sana? karena mereka mendapatkan IUP ekplorasi tanpa dokumen lingkungan. Ini kah sudah menyalahi aturan.
Ini wewenangnya Minerba. Setelah membuat IUP langsung dikeluarkan IUP eksplorasi tanpa dokumen lingkungan. (IUP-Dokumen Lingkungan-IUP Eksplorasi-dokumen lingkungan-IUP OP)
Baca Juga:Pulau Gelam: Pasir Kuarsa akan Ditambang, Nelayan Tradisional Terancam
Yang di kami ini adalah dokumen lingkungan untuk mendapatkan IUP OP. harusnya pada saat Minerba itu mengeluarkan izin dan diterima ESDM Provinsi, harus dievaluasi oleh ESDM Provinsi.
Kami sudah ada pertemuan dengan ESDM, asisten II, DKP, kami sepakat mengembalikan izin IUP eksplorasi ini ke Menerba.
Menurut Informasinya pasir ini akan dibawa ke Rempang. Karena bakal ada pembangunan perusahaan besar-besaran di rempang itu lah, orang-orang menambang pasir kuarsa.
Diketahui perusahaan China Xinyi Group akan membangun fasilitas pasir kuarsa atau pasir silica sebagai bahan baku kaca hingga panel surya di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan nilai Investasi mencapai Rp 381 triliun hingga 2080 yang sampai sekarang menimbulkan konflik sengketa tanah diantara masyarakat, pemerintah dan perusahaan.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam siaran pers di Jakarta, 20 Desember 2023 berjudul Genjot Proyek Strategis, Jokowi Terbitkan Peraturan Percepat Perampasan Tanah Rakyat. Pada hari Jumat, 8 Desember 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional (Perpres 78/2023) .
Baca Juga:Nelayan Perempuan Pulau Gelam Paling Terancam Tambang
Produk regulasi sesat pikir tersebut diduga lahir atas kegugupan dan kegagapan Jokowi terkait kelanjutan ambisi proyek nasional pada satu tahun terkahir masa kepemimpinannya.